Daerah

NU Terpinggirkan dari Narasi Sejarah karena Kepentingan

Selasa, 22 Oktober 2019 | 02:30 WIB

NU Terpinggirkan dari Narasi Sejarah karena Kepentingan

Diskusi kiptah santri di PWNU Jawa Tengah usai pembacaan shalawat nariyah. (Foto: NU Online/A Rifqi H)

Semarang, NU Online 
Sejarah mengandung narasi ideologi atau kepentingan penulis, meski didukung dengan bukti-bukti berupa artifak dan sebagainya.
 
Hal ini dikatakan oleh Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, H Musahadi saat diminta memberikan pencerahan seusai kegiatan pembacaan shalawat nariyah, Senin (21/10) malam.
 
"NU dalam sejarah nasional terpinggirkan karena jarang ada sejarawan dari komunitas berbudaya NU pada saat itu," kata Musahadi. 
 
Dijelaskannya, dalam penulisan sejarah biasanya terlebih dahulu dikaji dengan kritik internal dan kritik eksternal yang melahirkan data kredibel dan valid, 
 
"Setelah kritik, ada interpretasi sejarah yang rawan dengan kepentingan," terangnya.
 
Sebab, sejarah ditulis berdasarkan hasil rekonstruksi terhadap peristiwa masa lampau yang dilakukan oleh generasi setelahnya. Karena itu dalam penulisannya selalu ada ideologi dan kepentingan.
 
"Maka, sejarah itu bersifat subjektif, tergantung ideologi dan kepentingan penulis," jelasnya.
 
Seperti hari pahlawan yang ditentukan berdasarkan pertempuran 10 November 1945 yang lahir dari Resolusi Jihad KHM Hasyim Asy'ari. Penulisan sejarah nasional yang ada dan diajarkan di madrasah maupun sekolah tidak proporsional, sebab meniadakan beberapa unsur yang menjadi latar belakang pecahnya pertempuran mempertahankan kemerdekaan tersebut.
 
Musahadi juga menegaskan, kala itu, mayoritas orang desa adalah warga NU, ketaatan terhadap negara diiringi dengan ketaatan terhadap kiai.
 
"Ketika terjadi permasalahan antara pemerintah dengan kiai, maka masyarakat lebih sering memilih memihak pada kiai," jelas Musahadi.
 
Dia melanjutkan, pada zaman Orde Baru pemerintah melakukan kontrol terhadap santri maupun aktifitas masjid. Namun hal ini tidak melunturkan ketaatan masyarakat terhadap kiai dan masyarakat cenderung mengikuti kiai. 
 
Sementara, Ketua PWNU Jateng, KH Mohammad Muzamil mengatakan meski pembacaan salawat sudah dibagi ke pengurus cabang, PWNU Jateng tetap melaksanakan sebagai sarana mempererat silaturrahmi antarpengurus. Selain itu, menjadi ajang koordinasi mempersiapkan agenda kegiatan selanjutnya.
 
"Aktifitas NU Jateng pada dua bulan ini semakin meningkat, bukan karena adanya hari santri, tetapi memang sudah sesuai dengan agenda masing-masing lembaga," kata Kiai Muzammil.
 
Disebutkan agenda terdekat adalah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU dan Lembaga Bahsul Masail. Demikian pula kegiatan lain yakni lailatul ijtima.
 
“Pada lailatul ijtima mendatang, insya Allah akan mendatangkan oleh Gus Baha'," tandasnya. 
 
 
Pewarta: A Rifqi H
Editor: Ibnu Nawawi