Daerah

Soal Shalat Id di Rumah, Ini Penjelasan Wakil Katib PWNU Jakarta

Sabtu, 16 Mei 2020 | 08:00 WIB

Soal Shalat Id di Rumah, Ini Penjelasan Wakil Katib PWNU Jakarta

Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Taufiq Damas dalam pengajian daring. (Foto: Dok. FB Taufiq Damas)

Jakarta, NU Online
Di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) yang tengah melanda dunia, tak terkecuali Indonesia, umat muslim akan segera merayakan Hari Raya Idul Fitri. Di antara yang rutin dilakukan di hari raya itu adalah shalat Id secara berjamaah. Pertanyaan kemudian, bolehkah shalat Id sendirian di rumah?

Terkait pertanyaan ini, Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Taufik Damas memberikan penjelasan melalui status Facebook-nya, seperti dilihat NU Online pada Jumat (15/5).

“Dalam kitab Mukhtashar al-Umm (Jilid 8, hal. 125), Imam Muzani mengutip pendapat Imam Syafi'i: shalat Id boleh dikerjakan sendirian di rumah oleh musafir, perempuan, dan budak. Imam Al-Khurasyi (Malikiyah) menyatakan bahwa orang yang ketinggalan shalat Id berjamaah dianjurkan (mustahab) untuk mengerjakannya: boleh sendirian boleh membuat jamaah (bersama orang yang juga ketinggalan shalat Id). (Syarah al-Khurasyi: jilid 2, h. 104),” tulisnya.

“Dalam kitab al-Inshaf, Imam al-Mardawi (Hanabilah) menyatakan, Barang siapa ketinggalan shalat Id bersama imam, dianjurkan untuk mengerjakan sendiri,” sambung Kiai Taufik.

Prinsipnya, lanjut Kiai Taufik, shalat Id harus dilakukan secara berjamaah. Namun, jika ada alasan yang dibenarkan (uzur syar'i), maka boleh melaksanakan shalat Id sendirian di rumah tanpa khutbah.

"Dalam kondisi pandemi seperti ini, boleh melaksanakan shalat Id di rumah, baik sendirian atau bersama keluarga, tanpa khutbah. Khutbah dalam shalat Id bukan paket yang harus diadakan. Beda halnya dengan khutbah dalam shalat Jumat: satu paket wajib," jelasnya.

Hukum Shalat Id
Kiai Taufik juga menjelaskan hukum shalat Id, yang mana terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Pria yang rutin mengisi kajian kitab di fanpage Facebook NU Online itu pun mengutip pendapat-pendapat itu.

“Syafi'iyah: hukum shalat Id adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Sayang banget jika ditinggalkan. Hanafiyah: hukum shalat Id adalah wajib, sebagaimana wajibnya shalat Jumat,” ungkapnya.

Sementara itu, Malikiyah: hukum shalat Id adalah sunnah muakkadah. “Hanabilah: hukum shalat Id adalah fardhu kifayah. Jika ada sekelompok orang mengerjakan shalat Id, maka orang yang tidak mengerjakannya tidak berdosa,” ulasnya.

Meski ada perbedaan pendapat soal hukum shalat Id, para ulama menekankan bahwa shalat Id adalah ibadah yang penting dalam Islam. Pasalnya, lanjut dia, shalat Id merupakan syiar tahunan bagi umat Islam. Dalil-dalilnya pun sangat jelas, baik dari Al-Qur'an maupun sunnah Nabi Muhammad SAW.

"Demikian penjelasan singkat dari saya. Jika ada yang kurang jelas, silakan tanya kepada ustadz-ustadz terdekat Anda," pungkas Kiai Taufik.
 

Kontributor: Ahmad Naufa
Editor: Musthofa Asrori