Internasional

Kerja Keras BMI di Hong Kong Pertahankan Iman

Jumat, 25 Mei 2018 | 17:45 WIB

Kerja Keras BMI di Hong Kong Pertahankan Iman

BMI Hong Kong aktif mengaji

Oleh H Khumaini Rosadi

Perjalanan Buruh Migran Indonesia (BMI) di Hong Kong patut dijadikan sebagai pelajaran. Saya berpikir, perjalanan mereka harus dibukukan untuk menjadi referensi bacaan generasi yang akan datang. Para BMI itu, jauh-jauh meninggalkan kampung halaman, menepis rasa kangen pada anak dan suami yang begitu sayang. Semua dilakukan untuk mempertahankan kebahagiaan keluarga, membantu penghasilan suami yang mungkin masih jauh dari kata mapan.

Sampai di Hong Kong, mereka tetap berusaha untuk mempertahankan iman. Berkumpul dengan teman-teman membentuk pengajian. Meskipun tidak ada yang mahir dalam memberikan pesan-pesan Al-Qur'an, tetapi paling tidak, mereka tetap semangat untuk membuat perubahan amal perbuatannya menjadi lebih baik lagi dan lebih sopan.

Oleh karena itu, mereka mendatangkan ustadz atau ustadzah setiap Ramadhan untuk mendapatkan nasihat dan meningkatkan keilmuan. Di luar Ramadhan mereka mengadakan pengajian sekali setiap pekan. Jika tidak ada ceramah dari ustadz, mereka isi pengajian dengan yasinan, tahlilan, shalawatan, dan rebanaan.

Saya termasuk beruntung mendapat kesempatan untuk mengisi pengajian di daerah Yuen Long, Rabu (23/5). Para BMI di sana menyebut pengajian ini Pengajian Pesantren Jam’iyyah Raudlatul Qolbiyyah (JRQ) Yuen Long.

Koordinator pengajian ini adalah Bu Yana, BMI yang sehari-harinya bertugas menjaga anjing-anjing, binatang peliharaan majikannya. Saya bertanya, apakah Bu Yana sampai memandikan peliharaan majikannya? Ia menjawab ya. Untungnya sudah ada sabun thaharah. Sabun yang dibuat khusus dengan formula tanah yang bisa menyucikan diri dari najis mughalladzoh atau najis berat.

Saya mesti menempuh perjalanan ke pengajian itu dari flat atau shelter saya beralamat di 116 Leigthon Road Lei Shun Cort 3/F–Causeway Bay Hongkong. Saya naik bus sekitar satu jam, melewati bukit-bukit dan laut di Hong Kong yang begitu indah. Saya turun ke Yuen Long tidak usah pindah-pindah bus karena turunnya pas pemberhentian terakhir di terminal Yuen Long.

Tetapi karena saya pada jam 10.15 pergi jalan-jalan dulu ke Disney Land menggunakan MTR–kereta cepat di bawah tanah, maka saya harus ubah rute. Jalurnya dari Disney turun Adminarti, pindah jurusan Junwan. Sampai Maifoo saya turun pindah kereta lagi jurusan Yuen Long dan turun di Stasiun Long Ping.

(Baca: 170 Ribu BMI Semarakkan Ramadhan di Hong Kong)
Jauh memang. Seandainya bisa bawa mobil sendiri, mungkin akan lebih cepat sampai. Tetapi, beginilah transportasi di Hong Kong. Sekelas general manajer pun harus berpikir ulang untuk memiliki mobil pribadi. Pasalnya bisa jadi harga mobilnya murah, tetapi biaya parkir di jalannya dan tiap meter yang ditempuh bisa lebih mahal daripada harga mobilnya. Pemilik mobil pribadi harus membayar karena sudah menggunakan jalan umum yang dibangun pemerintah.

Hong Kong merupakan negara dengan harga rumah paling mahal di dunia. Untuk bisa membeli apartemen seluas 90 meter persegi saja, warga lokal dengan pendapatan rata-rata membutuhkan waktu 30 tahun untuk mencicilnya. Dengan begitu banyak dari warga di Hong Kong tinggal di rumah susun yang disebut sebagai flat atau shelter. Adapun yang tinggal di villa-villa adalah para pengusaha kaya.

Teringat transportasi di Indonesia, saya rasa warga Indonesia harus bersyukur. Semua bisa memakai sepeda motor dan mobil pribadi. Tidak perlu dihitung berapa meter jalanan yang sudah ditempuhnya. Harga rumah juga masih banyak terjangkau.

Jika menyaksikan untuk mempertahankan iman para BMI di Hong Kong begitu kuat, usaha mempertahankan iman di Indonesia htidak boleh kendur,. Tidak boleh kalah dengan BMI yang ada di Hong Kong yang lebih keras mempertahankan iman mereka.

Penulis adalah Corps Dai Ambassador Dompet Dhuafa (Cordofa), anggota Tim Inti Dai Internasional dan Multimedia (TIDIM) LDNU 2018 yang ditugaskan ke Hong Kong.


Terkait