Internasional

Menjaga Tradisi Shalawat Sambil Berjabat Tangan di Belanda

Ahad, 19 Mei 2019 | 07:15 WIB

Menjaga Tradisi Shalawat Sambil Berjabat Tangan di Belanda

Usai shalat fardu, jamaah Masjid Al-Ikhlash Amsterdam berjabat tangan sambi shalawatan.

Yang susah itu menjaganya daripada meraihnya.

Sebuah kalimat motivasi, kenangan saya mengingat nasihat Pak Kiai Ahmad Chusnan dan Kiai Chozin ketika mesantren di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Raudlatul Huffadz, Banyurip Ageng, Pekalongan Selatan, Jawa Tengah. Nasihat ini selalu diungkapkan karena berkenaan dengan hafalan Al-Qur'an yang saya setorkan setiap harinya sebanyak lima halaman hafalan baru. 
 
Di tengah ngeriungnya para santri, Pak Kiai selalu mengingatkan untuk banyak-banyak mengulang hafalan yang sudah disetorkan. Jangan sampai mengejar cepatnya khatam, setelah itu lupa dengan hafalan yang di depan. Merawat hafalan yang lama itu lebih sulit daripada mendapatkan hafalan yang baru.

Begitu juga dengan kebaikan-kebaikan yang setiap hari kita lakukan. Menjaganya untuk tetap istiqomah lebih sulit daripada memulainya. Seperti pernikahan, merawat keutuhan pernikahan itu lebih sulit daripada memulainya dengan ijab kabul. Seperti juga persaudaraan, menjaga ikatan persahabatan dan persaudaraan itu lebih sulit daripada pertama kali bertemu dan berkenalan.

Di Belanda, khususnya di Masjid Al-Ikhlash Amsterdam, yang juga merupakan Gedung Pusat Kebudayaan Indonesia, berupaya melanggengkan kekraban dan tradisi merawat persaudaraan dengan berjabat tangan setiap bakda shalat fardlu. Sambil berkeliling dengan senyuman dan melantunkan shalawat, rasa persaudaraan dan persatuan itu semakin terasa hangat. Allahumma Sholli ‘Alaa Muhammad, Yaa Robbi sholli ‘alaihi wa sallim.

Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME) Al-Ikhlash yang dipimpin oleh Hansyah Iskandar Putera dan Hasanul Arifin Hasibuan berhasil mengambil hati para jamaahnya untuk selalu rukun dan bersama-sama memajukan program-program kreatif dan inovatif bernuansa Indonesia tiga tahun ke depan. Gebrakan pertama program itu adalah menghidupkan Ramadhan dengan berbagai kegiatan keagamaan dan mendatangkan para ustadz dari Indonesia. Saya bersyukur menjadi salah satu orang yang didatangkan ke sana.

Di bulan Ramadhan 1440 H ini, kegiatan shalat fardlu berjamaah lima waktu terus berjalan. Setelah selesai shalat, dilanjutkan dengan berdzikir bersama-sama dan diakhiri dengan doa. Setelah itu imam berdiri mengucapkan Allahumma Sholli ‘Alaa Muhammad, yaa Robbi sholli ‘Alaihi wa sallim. Makmum juga ikut berdiri dan berjabat tangan membentuk lingkaran.

Subhanallah, nikmat sekali melihat suasana ramai seperti ini dengan lantunan shalawat dan jabat tangan. Jabat tangan dan shalawatan semacam ini juga diyakini umat Islam akan menggugurkan dosa-dosa. Apalagi di malamnya ada shalat Tarawih berjamaah. Semakin banyak jamaah yang datang, semakin ramai dan semangat lantunan shalawat itu berkumandang.

Semoga tradisi bershalawat sambil berjabatan tangan dengan seluruh jamaah ini terus dipertahankan, bukan hanya terlihat di mozaik Ramadhan saja. Karena dengan cara ini mampu mengakrabkan. Dengan begini, makmum bisa mengenal imam lebih dekat. Imam juga bisa menanyakan tema apa yang mau dijelaskan untuk pertemuan kultum pada malam berikutnya.

Sederhana, merawat dan menjaga ukhuwah islamiyah dengan berjabatan tangan dan bershalawat. Tidak perlu salam tempel. Bertambah pahala sedekah karena banyak menebar senyum sapa setiap berjabatan tangan. Hilang semua masalah dan resah, tidak merasa sendiri, karena di sini ada kekuatan berjamaah. Ini jugalah berkah shalawat dan berjabat tangan di bulan Ramadhan.

H Khumaini Rosadi, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ichsan Bontang, Dai Tidim Jatman, Dai Ambasador Cordofa, Dosen STIT Syam Bontang, Guru PAI SMA YPK Bontang, Muballigh LDNU Bontang, Imam Masjid Agung Al-Hijrah Kota Bontang.


Terkait