Internasional

Tikar Penyelamat Shalat di Puncak Tertinggi Hong Kong

Kamis, 31 Mei 2018 | 15:15 WIB

Tikar Penyelamat Shalat di Puncak Tertinggi Hong Kong

Di depan Masjid Chai Wan, dekat The Peak

Oleh H Khumaini Rosadi

Kalau mau lancar rezeki jangan lupa shalat. Kalau mau enak hidup jangan ninggalin shalat. Kalau mau enteng jodoh juga banyakin shalat. Itu pesan orangtua-orangtua dulu dengan gaya bahasa yang sederhana, singkat, namun padat makna.

Shalat merupakan tiang agama, jika didirikan akan kokoh agamanya, jika ditinggalkan maka akan roboh. Demikian bunyi hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim. Apalagi jelas dalam Surat Al-Ma’un ayat 4-5 disebutkan bahwa pendusta agama adalah orang Islam sendiri. Mengaku agamanya Islam, tapi shalatnya dilalaikan. Bukan hanya sekedar dilalaikan, tetapi shalatnya malah ditinggalkan. Na’udzubillahi min dzalik.

Selasa (29/5) lalu, saya dan teman-teman–Zulfirman dan Eva Muzlipah-Dai Ambassador Hong Kong 2018 ditemani oleh General Manajer DDHK Mohammad Ilham, melakukan perjalanan ziarah masjid-masjid di Hong Kong. Kami mengunjungi tiga masjid yaitu Chai Wan, Jamia di Central, dan Masjid Ibrahim di Yau Ma Tei. Di akhir destinasi kami mengunjungi The Peak, puncak tertinggi di Hong Kong. The Peak terletak di ketinggian 396 meter di atas permukaan laut.

Banyak turis mancanegara dan domestik mendatangi tempat ini untuk mengambil gambar dengan view gedung-gedung pencakar langit dikelilingi laut yang indah dari ketinggian. Semakin terlihat jelas keindahan kota Hong Kong dan sekitarnya dari puncak The Peak ini jika memotretnya di siang hari.

Untuk sampai ke sini, dari Admiralty naik bus bernomor 15 jurusan Central–The Peak. Tetapi harus sabar menunggu bus ini, karena datangnya lama sekali. Kami menunggu sampai 40 menit. Sehingga kami masih di bus saat tiba waktu maghrib. Perjalanan memang tersendat karena macet bertepatan dengan jam pulang kerja. Spare air berbuka puasa pun terpakai juga. Untung saja kami sudah membeli air sebagai bekal untuk berbuka puasa, jika terjadi hal-hal tidak diinginkan seperti ini.

Kami berempat dengan susah payah dan lelah seharian keliling ziarah masjid di tengah teriknya matahari dan cuaca panas mencapai 37 derajat celcius. Sambil bercanda, tawa kami berusaha menahan dahaga yang sudah mengeringkan kerongkongan. Alhamdulillah masih tetap bertahan sampai maghrib.

Rasa penasaran itu terbayarkan setelah sampai tujuan, The Peak. Tapi satu yang paling penting, kami harus shalat maghrib. Tidak ada ruangan tertutup atau mushala untuk shalat. Untungnya Ustadz Ilham, panggilan akrab pimpinan DDHK, membawa tikar kecil berukuran 2x2 meter yang memang dipersiapkan untuk shalat. Jika menemukan situasi di mana tidak ada ruangan untuk shalat, maka dengan tikar penyelamat ini, shalat tetap bisa dilakukan meskipun dilihat banyak orang. 

Sebagai dai Ambassador yang ditugaskan ke negara-negara yang minoritas, penting sekali untuk mengetahui peradaban Islam di negeri yang dikenal negerinya kaum perempuan. Terutama ziarah ke masjid-masjid yang merupakan sumber sejarah dan peradaban Islam.

Orang banyak bilang, belum lengkap rasanya jika mengunjungi Hong Kong tidak mengunjungi tempat paling tinggi ini. Ibaratnya dengan mengunjungi The Peak semakin menambah kelengkapan tempat-tempat istimewa yang dimiliki oleh Hong Kong. Belum sempurna jika ke Hong Kong tidak mengunjungi masjid-masjidnya yang dibangun sejak tahun 1800-an.

Jangan sampai kita melupakan sejarah dan peradaban. Suatu bangsa bisa hebat dan besar karena beradab. Suatu negara bisa dilupakan karena tidak punya sejarah. Menyadari hal tersebut, marilah kita mengukir sejarah, buatlah peradaban, ramaikanlah masjid, dan dirikanlah shalat. Karena shalat sebagai tiang peradabannya.

Penulis adalah Corps Dai Ambassador Dompet Dhuafa (Cordofa), Tim Inti Dai Internasional dan Multimedia (TIDIM) LDNU dengan penugasan ke Hong Kong.


Terkait