Lingkungan

Kopi Gambut Tingkatkan Ekonomi dan Kekerabatan

Senin, 30 April 2018 | 15:45 WIB

Banjarmasin, NU Online
Almarhum KH Hasyim Muzadi melalui utusannya berpesan kepada Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead agar tidak hanya memulihkan kembali ekosistem gambut, tetapi juga menyejahterakan masyarakatnya. Hal itu, menurut Nazir, disampaikan sebulan setelah ia dilantik, Februari 2016.

Masyarakat selain membangun infrastruktur untuk pembasahan juga memberdayakan ekonominya secara mandiri. Sebagian lahan gambut yang mereka olah ditanami karet, sengon, beras, hingga kopi. 

Ada tiga jenis kopi yang sudah mereka tanam, yakni arabika, liberika, dan robusta. Ketiganya berkembang di Riau. Sementara itu, masyarakat gambut Kalimantan Barat tidak menanam Arabika.

Dalam pengolahannya, mereka tidak menggunakan teknologi. Semuanya produksi tangan.

"Produknya hand made semua," kata Ismail, staf Jaringan Masyarakat Gambut Riau, saat ditemui NU Online di stan pasar gambut, Banjarmasin, Ahad (29/4).

Konsistensi penggunaan tangan dalam pengolahan karena rasa yang dihasilkan akan berbeda jika diolah dengan teknologi. Ismail menyatakan bahwa pihaknya pernah menggunakan mesin. Akan tetapi, cita rasa yang dihasilkan berbeda dengan pengolahan yang hanya menggunakan tangan.

Alasan lain, ia mengatakan bahwa pengolahan menggunakan tangan dapat menjaga hubungan kekerabatan. Hal itu dicapai karena pengolahan tangan membutuhkan tenaga dari banyak orang.

"Di situ nilai sosialnya yang kita jaga," ujarnya.

Kopi tidak hanya bisa ditanam secara kelompok. Kopi juga bisa tumbuh bersama tanaman lainnya atau tumpang sari, seperti dengan karet. Selesai memanen karet, mereka juga mengambil biji kopi.

Masyarakat juga ada yang memanfaatkan lahan di belakang rumahnya untuk menanam kopi. (Syakir NF/Abdullah Alawi)


Terkait