Nasional

Anita Wahid Ungkap 9 Nilai yang Jadi Prinsip Hidup Gus Dur

Ahad, 22 Desember 2019 | 07:09 WIB

Anita Wahid Ungkap 9 Nilai yang Jadi Prinsip Hidup Gus Dur

Putri ketiga mendiang Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur Anita Hayatunnufus saat melakukan tabur bunga di makam Gus Dur. (Foto: NU Online/Syamsul Arifin)

Jombang, NU Online
Putri ketiga almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur Anita Hayatunnufus mengatakan bahwa yang sedang dirayakan setiap bulan Desember bukan wafatnya Gus Dur tetapi kehidupan tokoh pluralisme ini.
 
Pernyataan ini berdasarkan fakta di lapangan sejak wafatnya Gus Dur, setiap bulan Desember banyak sekali acara bertemakan Gus Dur, makamnya juga tidak pernah sepi. “Itu adalah bukti bagaimana masyarakat bisa menerimanya,” katanya saat hadir dalam Haul ke-10 Gus Dur di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (21/12).
 
Menurut Anita, masyarakat yang datang untuk ikut serta merayakan Haulnya Gus Dur itu tidak lain karena orang cinta pada Gus Dur. Alasannya karena selama hidupnya ia mencintai manusia. 
 
Cintanya terlihat saat ia mendatangi dan silaturahim ke sejumlah kalangan, mulai dari pejabat hingga petani diperlakukan sama dengan penghormatan yang sama pula. Semua didengarkan omongannya, curhatnya, terutama kaum yang lemah dan dilemahkan.
 
“Kita terus menerus mempelajari dan meneladani dari sikap Gus Dur, semoga semua membawa dampak positif bagi kita semua,” ucapnya.
 
Anita menyebutkan bahwa keluarga dan jaringan Gusdurian seluruh nusantara intens mengumpulkan murid-murid Gus Dur dan orang-orang bersentuhan langsung dengan Gus Dur pada masanya untuk diajak berdiskusi atau dialog. 
 
Forum itu dimaksudkan untuk merumuskan nilai-nilai yang ada di Gus Dur. Misalnya alasan kenapa putra KH Wahid Hasyim itu bisa menjadi Gus Dur yang banyak dikenal dan dicintai banyak orang seperti saat ini. Kemudian mencari benang merah terkait apa yang membuatnya melakukan apa yang ia lakukan, juga kenapa Gus Dur mengatakan seperti yang selama ini Gus Dur katakan dan seterusnya.
 
“Kita lalu merumuskan dan mencari titik temu, bahwa sepanjang hidupnya Gus Dur itu sangat berpaku kepada sembilan nilai dan prinsip hidup yang utama,” ungkapnya.
 
Kesembilan nilai tersebut yaitu nilai ketauhidan. Ketauhidan bersumber dari keimanan kepada Allah sebagai yang Maha Ada, satu-satunya dzat hakiki yang Maha Cinta Kasih, yang disebut dengan berbagai nama. 
 
Kedua yaitu nilai kemanusian. Kemanusiaan bersumber dari pandangan ketauhidan bahwa manusia adalah mahluk Tuhan paling mulia yang dipercaya untuk mengelola dan memakmurkan bumi. 
 
Sedangkan nilai keadilan menempati nomor urut tiga. Keadilan bersumber dari pandangan bahwa martabat kemanusiaan hanya bisa dipenuhi dengan adanya keseimbangan, kelayakan, dan kepantasan dalam kehidupan masyarakat.
 
“Dari sini kita belajar bagaimana ia membaktikan hidupnya untuk semua orang dan bakti itu diterima. Ada seseorang yang begitu membaktikan hidupnya untuk umat, bangsa,” ujar Anita.
 
Selanjutnya ada nilai kesetaraan. Kesetaraan bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama di hadapan Tuhan. Kemudian nilai pembebasan, dan ini bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan untuk melepaskan diri dari berbagai bentuk belenggu.
 
Keenam ada nilai kesederhanaan, nilai ini bersumber dari jalan pikiran substansial, sikap dan perilaku hidup yang wajar dan patut. 
 
Ketujuh, persaudaraan bersumber dari prinsip-prinsip penghargaan atas kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan semangat menggerakkan kebaikan.
 
Nilai kedelapan dan kesembilan adalah kesatriaan dan kearifan lokal. keksatriaan bersumber dari keberanian untuk memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai yang diyakini dalam mencapai keutuhan tujuan yang ingin diraih. 
 
Sedangkan kearifan lokal bersumber dari nilai-nilai sosial-budaya yang berpijak pada tradisi dan praktik terbaik kehidupan masyarakat setempat. “Nilai yang paling utama dan nomor satu adalah nilai ketauhidan. Nilai lainnya tambahan,” tandasnya.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin