Nasional

Buku Muzakarah Ulama Aceh Buka Wawasan Soal Khilafiyah

Ahad, 17 April 2016 | 18:29 WIB

Buku Muzakarah Ulama Aceh Buka Wawasan Soal Khilafiyah

ilustrasi

Meulaboh, NU Online
Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh mengeluarkan buku muzakarah ulama berkenaan dengan pelaksanaan hukum syariat guna membuka wawasan umat Muslim dalam menyikapi perbedaan (khilafiyah) dalam beribadah.

Peluncuran buku muzakarah ulama Aceh ini berlangsung Sabtu (16/4) petang di Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tengku Dirundeng Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, dihadiri sejumlah unsur SKPA, unsur muspida, Forkopimda akademisi, Ormas, LSM, tokoh agama dan tokoh masyarakat daerah itu.

"Kita berharap dengan adanya buku ini membuka wawasan semua orang menggali dalil dan argumentasi ulama berkenaan dengan furuiyah ijtihadiyah, sehingga dengan adanya penjelasan kongkrit muncul sikap mau menerima perbedaan,"kata Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Prof Dr H Syahrizal Abbas.

Didampingi Ketua STAIN Dr Syamsuar Basyariah, M.Ag dijelaskan, buku tersebut bukanlah karangan Pemerintah Aceh, namun semua itu hasil muzakarah ulama secara intelektual yang diterbitkan oleh Pemerintah Aceh, bukan sebagai kebijakan atau menjadi pegangan umat Muslim.

Beberapa masalah krusial dibahas tentang ibadah syariat yang dipersoalkan masyarakat saat ini tentang pengunaan tongkat saat khutbah Jumat, adzan dua kali sebelum shalat Jumat, serta sejumlah persoalan perbedaan paham pemikiran ulama (furuiyah ijtihadiyah) lainnya.

"Kita ingin semua orang nyaman beribadah, tidak ada klaim mengklaim, tidak perlu juga perbedaan disatukan, yang penting hormati dan hargai karena itu (furuiyah ijtihadiyah) adalah masalah kecil, jadi yang diikuti masyarakat apa yang sudah berlaku selama ini," tegasnya.

Selain itu pada kunjungan rombongan SKPA dari Provinsi Aceh ini juga meresmikan pencanangan desa Syariat, dengan menobatkan Desa Ujong Drien Kecamatan Meureubo, Aceh Barat sebagai desa teladan/ percontohan pelaksanaan syariat Islam di provinsi ujung barat Indonesia itu.

"Mudah-mudahan ini menjadi contoh. Bila ini berhasil akses kepada desa lain akan mengikuti, sehingga apa yang kita harapkan setelah magrib itu ada pengajian, tidak buka TV, ini akan terlaksana di Aceh," kata Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh Dr Bustami Usman menambahkan.

Di sela meresmikan perpustakaan Masjid Ujong Drien Mureubo disampaikan, sebagian kriteria desa syariat adalah desa yang betul-betul melaksanakan aktivitas sesuai syariat, seperti Mengaji Bada Magrib (mengaji sesudah magrib), semua toko dan rumah tutup saat magrib, masyarakat shalat berjamaah, tidak boleh menonton TV sampai selesai waktu shalat Isya dan menghidupkan shalat lima waktu berjamaah. (Antara/Mukafi Niam)


Terkait