Nasional

Gus Nadir: ‘Tatanan Normal Baru’ Harusnya Tunggu Kurva Pandemi Melandai

Ahad, 31 Mei 2020 | 16:45 WIB

Gus Nadir: ‘Tatanan Normal Baru’ Harusnya Tunggu Kurva Pandemi Melandai

Gus Nadir saat berbicara dalam Halal bi Halal Virtual PP Fatayat NU se-dunia. (Foto: Tangkapan layar)

Kudus, NU Online
Wacana ‘Tatanan Normal Baru’ (New Normal) akhir-akhir ini banyak diperbincangkan di ranah publik. Namun, wacara baru tersebut menuai pro-kontra dari berbagai kalangan.

Rais Syuriyah PCINU Australia dan Selandia BaruKH Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) menilai, seharusnya pemerintah sabar dan tidak terburu-buru dalam menjalankan kebijakan ‘Tatanan Normal Baru’. Para pemangku kepentingan musti menunggu kurva pandemi ini melandai.

“Seperti di Australia yang dalam menerapkan kebijakan terkait sangat berhati-hati, memperketat protokol kesehatan, dan menunggu kurvanya melandai,” ungkap Gus Nadir.

Hal itu dikatakannya saat didaulat berbicara dalam Halal bi Halal Virtual para aktivis Fatayat NU dari berbagai belahan dunia yang diinisiasi Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama, Ahad (31/5).

Baca juga: Kelenturan Berpikir Tokoh NU Munculkan Banyak Hikmah dari Wabah

Menurut Gus Nadir, isu ‘Tatanan Normal Baru’ masih berupa wacana dan belum terdapat keterangan resmi dari presiden. “Kebiasaan yang terjadi adalah wacana yang belum digodok matang. Tapi sudah dilempar ke publik,” ujarnya.

Terlebih jika berbicara soal penerapan kebijakan baru ini di dunia pesantren. Menurut dia, karakter yang dimiliki pesantren berbeda dengan tempat lain seperti mal, pasar, dan tempat keramaian lainnya.

“Permasalahan akan banyak timbul jika New Normal secara umum diterapkan di pesantren. Misalnya, tradisi salaman menjadi luntur. Padahal ada unsur mengharapkan berkah kiai dalam salaman itu sendiri,” tandasnya.

“Juga ketika dilarang berkerumun. Di kamar santri seringnya diisi lebih dari 10 orang. Justru ini menjadi perekat hubungan antarsantri,” sambung Gus Nadir.

Harus hati-hati
Gus Nadir menyebut penerapan ‘Tatanan Normal Baru’ tidak sepenuhnya cocok diterapkan di pesantren yang memiliki kehidupan berbeda dari yang lainnya, sehingga harus berhati-hati.

“Pesantren perlu membuat kebijakan New Normal sendiri ala pesantren. Karena, pembelajaran juga tidak memungkinkan untuk santri menggunakan elektronik secara keseluruhan. Sehingga New Normal ini harus menyesuaikan keadaan pesantren,” ungkapnya.

Gus Nadir menegaskan perlu keikutsertaan para kiai, jangan sampai protokol kesehatan dikuasai tanpa mempertimbangkan keadaan di dunia pesantren. 

Hal senada juga diungkapkan oleh Pengasuh Pesantren Mahasina, Nyai Hj Badriyah Fayumi yang juga menjadi narasumber dalam acara tersebut. Menurutnya, perlu ada dukungan konkret dari pesantren untuk memaksimalkan protokol kesehatan dengan dibantu lembaga legislatif.

Nyai Badriyah mengungkapkan, wacana yang masih digodok oleh pemerintah ini tidak mudah untuk diterapkan. Sebab, pesantren tidak dapat disamakan dengan sekolah secara umum. Ia berharap, pemerintah tidak terburu-buru mengambil keputusan soal tatanan normal baru. 

Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori