Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Pidato Prabowo Tak Singgung Ketidakadilan Sosial dan Kebrutalan Aparat
Senin, 1 September 2025 | 07:00 WIB
Jakarta, NU Online
Koalisi Masyarakat Sipil menilai pidato Presiden Prabowo Subianto yang disampaikan dalam menanggapi gelombang aksi massa beberapa hari terakhir menunjukkan ketidakpekaan terhadap aspirasi utama masyarakat.
"Prabowo gagal paham merespons dinamika sosial politik dan ekonomi yang menimbulkan kemarahan publik akhir-akhir ini melalui demonstrasi di berbagai daerah," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, dikutip NU Online dari Instagram yayasanlbhiindonesia, pada Senin (1/9/2025).
Secara tegas, Isnur menyebut bahwa pernyataan Presiden menunjukkan ketidakpahaman terhadap substansi keresahan rakyat. Menurutnya, pidato tersebut seharusnya merespons isu struktural, bukan sekadar mengomentari sikap anggota legislatif atau dinamika politik formal.
“Kami memandang bahwa statemen Presiden Prabowo telah gagal paham dan telah tidak berhasil dalam menangkap aspirasi masyarakat bahwa yang disuarakan oleh masyarakat selama ini adalah bagaimana mereka menghadapi frustasi, mereka menghadapi kemiskinan ekstrem, mereka menghadapi ketidakadilan di mana-mana,” kata Isnur.
Ia menilai bahwa perubahan sikap DPR atau elite politik semestinya diarahkan untuk menjawab akar persoalan yang dituntut rakyat, yaitu ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, dan ekonomi yang timpang.
"Ini bukan hanya soal pernyataan para anggota DPR yang tidak menunjukkan terhadap penderitaan rakyat akibat kebijakan yang tidak pro rakyat," tulis tuntutan poin kedua.
Lebih lanjut, Koalisi Masyarakat Sipil juga menyoroti bahwa Presiden tidak menyinggung sama sekali soal maraknya tindakan represif aparat terhadap demonstran. Isnur mengkritik keras sikap diam negara terhadap kekerasan yang terjadi di berbagai titik aksi.
“Prabowo juga tidak mengangkat tentang brutalitas aparat, di saat di sana-sini terjadi kekerasan terhadap masyarakat. Sangat brutal, sangat represif,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya negara segera bertindak untuk menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap masyarakat sipil.
“Maka sangat penting sekali di sini mendesak segera melepaskan seluruh massa demonstran yang ditangkap dan hentikan segala bentuk penghalangan, intimidasi, kekerasan, dan bentuk-bentuk ancaman lain kepada masyarakat sipil,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan, gelombang kerusuhan yang terjadi di saat massa aksi sejak Kamis (28/8/2025) hingga Ahad (31/8/2025) yang juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia mengarah pada upaya makar dan terorisme.
"Mulai kelihatan gejala adanya tindakan di luar hukum bahkan melawan hukum. Bahkan mengarah pada upaya makar dan terorisme," kata Prabowo di Istana Negara, Ahad (31/8/2025).
Ia menegaskan bahwa Indonesia kerap diintervensi dan diadu domba oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan bangsa ini sejahtera.
"Kita selalu diintervensi, selalu diadu domba. Jangan kita mau terus diadu domba," tegas Prabowo usai menemui para pimpinan partai politik di Istana Negara, Jakarta, Ahad (31/8/2025).
Meski begitu, banyak warganet dan peserta aksi yang berspekulasi bahwa sejumlah kerusuhan, seperti pembakaran dua Halte TransJakarta di kawasan Senen dan satu Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), bukan dilakukan oleh massa aksi yang sebenarnya.
Warganet menyoroti kemiripan pola pembakaran fasilitas umum yang baru-baru ini terjadi dengan insiden serupa pada 28 Oktober 2020.
Saat itu, program Mata Najwa menayangkan hasil penelusuran rekaman CCTV dan foto-foto di media sosial yang menunjukkan bahwa pelaku perusakan Halte Sarinah bukan berasal dari massa aksi penolak UU Cipta Kerja, melainkan individu yang terlihat terorganisir dan bertindak dengan sengaja.
Meski identitas pelaku belum terungkap hingga kini, Najwa Shihab menyebut pihaknya telah menyerahkan video temuan tersebut kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti.