Jakarta, NU Online
Siswi kelas XI Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Tegal tengah menjadi perbincangan publik lantaran dikeluarkan pihak sekolah karena tidak mengenakan baju renang berjilbab saat mengikuti lomba di Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Tegal.
Orang tua siswa, Priut (bukan nama sebenarnya), mengatakan bahwa peristiwa ini bermula ketika putrinya mengikuti kompetisi renang pada ajang Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) pada September 2024 lalu.
“Ada arahan dari guru pendamping untuk memakai baju renang yang lebih tertutup. Anak saya saat berenang melepas jilbabnya, namun begitu naik, dia langsung pakai kerudung dan sebagainya,” katanya kepada NU Online, Jumat (20/6/2025).
Ia menambahkan, putrinya mengikuti lima nomor perlombaan renang saat itu, dan guru pendamping sekaligus Wakil Kepala Sekolah (Waka) bidang Kesiswaan turut mendampingi selama pertandingan.
“Wakanya syok saat itu, seakan dibohongi karena tadi siswa bilangnya akan memakai baju tertutup, ternyata tidak. Akhirnya tinggal dua nomor lagi, pendampingnya sudah emosi,” ujarnya.
Priut kemudian dibantu oleh pendamping dari Kemenag untuk menemui guru pendamping, menyampaikan permohonan maaf, dan memohon agar dua nomor sisa bisa tetap diikuti.
“Kita datangi gurunya, minta maaf karena saya orang tuanya mengizinkan putrinya memakai (baju) terbuka,” jelasnya.
Namun, permintaan maaf itu dibalas dengan pernyataan bernada tegas. “Ini pertanggungjawabannya sampai akhirat,” ujar Priut menirukan ucapan guru pendamping.
Priut lalu menegaskan tanggung jawab atas keputusan putrinya.
Baca Juga
Perancis Larang Burkini di Kolam Renang
"Ibu, yang bertanggung jawab soal akhirat saya, saya orang tuanya. Dia pakai baju gitu murni kesalahan saya. Mohon maaf, barangkali untuk bisa melanjutkan lombanya bisa pakai baju panjang,” ujarnya.
Namun, guru pendamping saat itu kembali menimpali, “Enggak usah, kemenangan ini enggak berarti apa-apa buat saya, apalagi buat sekolah.”
Pertandingan selanjutnya akhirnya dihentikan lantaran pihak sekolah disebut sudah tidak peduli.
"Anak saya sudah nangis-nangis karena dia sudah ditelepon terus sama guru olahraga. Saya bilang ke anak saya, tidak usah diangkat kalau kamu hanya akan dimaki-maki. Nanti Bunda yang ke sekolah kalau memang dipanggil,” tambahnya.
Keesokan harinya, orang tua siswa dipanggil pihak sekolah untuk memberikan penjelasan.
“Saya datang mengakui kesalahan, minta maaf. Kalau sikap saya dan anak saya membuat pihak sekolah sakit hati, saya minta maaf,” kata Priut.
Namun, menurutnya, permintaan maaf tersebut tidak diindahkan. Ketika meminta penjelasan mengenai kesalahan yang diperbuat putrinya, pihak sekolah justru mempertanyakan akhlaknya.
“Anak ini akhlaknya begini, begitu,” ungkapnya menirukan ucapan pihak sekolah.
Tak hanya itu, saat pemberian medali di sekolah usai lomba, siswa lain dipanggil satu per satu, kecuali putrinya.
“Anak saya kena mental, saat itu balik ke kelas cuma tidur. Sampai akhirnya guru olahraga memanggil untuk memberi medali, namun anak saya tidak mau karena dia berpikir medali itu tidak ada artinya buat sekolah,” ujarnya.
Pada 17 Juni 2025, orang tua kembali dipanggil oleh wali kelas. Saat itu, pihak sekolah meminta agar putrinya mencari sekolah lain. Surat pemindahan akan menyusul setelah ditandatangani oleh Kepala Madrasah yang saat itu masih menjalankan ibadah haji.
“Saya bilang, kenapa? Ada apa? Anak saya jadi dikeluarkan?” tanyanya. Wali kelas menjawab, “Iya Bu, ngapunten (mohon maaf), sepertinya bisa cari sekolah yang lain.”
Priut kembali meminta penjelasan alasan dikeluarkannya sang anak. “Saya tanya, memang selain masalah itu, ada masalah apalagi? Gurunya menjawab, ‘Iya, Bunda, masih kelara-lara’. Kan ini berarti personal nyerangnya, bukan mutlak karena peraturan sekolah yang dilanggar,” kata Priut.
Ia menegaskan hanya ingin keadilan bagi putrinya. “Saya tidak terima pihak sekolah nyerangnya personal ke anak saya, menjatuhkan mental anak saya. Kalau memang harus keluar, iya monggo kalau peraturannya seperti itu,” ucapnya.
Ia berharap pihak sekolah, Kementerian Agama, dan stakeholder terkait dapat menyelesaikan masalah ini secara adil.
"Saya ingin ini ditanggapi secara adil dari berbagai pihak, Kemenag dan lembaga apa pun yang menaungi,” pintanya.
Hingga berita ini ditulis, NU Online belum menerima pernyataan resmi dari pihak MAN 1 Tegal sebagaimana yang dijanjikan mereka pada malam sebelumnya.
Sementara itu, pihak Kementerian Agama Kabupaten Tegal berhasil dihubungi NU Online.
“Kami sedang mitigasi dulu, akan kami berikan konfirmasi melalui humas,” kata Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Tegal M Aqsho.