Nasional

Musa'adah, Tradisi Berbagi Umat Islam Mesir di Bulan Ramadhan

Kamis, 23 Mei 2019 | 07:30 WIB

Musa'adah, Tradisi Berbagi Umat Islam Mesir di Bulan Ramadhan

Ilustrasi (Ist.)

Jakarta, NU Online
Bulan Ramadhan adalah bulan mulia yang di dalamnya menyimpan berbagai keutamaan. Di antara banyak keutamaan bulan Ramadhan adalah dilipatgandakannya pahala amal ibadah seseorang. Banyaknya pahala yang didapat, sehingga Allah sendiri yang mengetahui jumlahnya.

Keutamaan inilah yang menjadi motivasi warga Mesir untuk berbagi di bulan Ramadhan melalui tradisi yang diberi nama Musa'adah. Tradisi umat Islam Mesir ini sudah dilakukan sejak lama. Musa'adah adalah cara orang kaya di Mesir berbagi di Bulan Ramadhan.

Musa'adah sendiri berasal dari kata Sa'adah yang artinya membantu. Musa'adah adalah bentuk masdar dari Sa'adah yang dalam bahasa Indonesia berarti bantuan.

Tradisi mulia para aghniya (orang kaya) Mesir dalam berbagi ini dikisahkan oleh Wakil Ketua Lembaga Dakwah PBNU KH Muhammad Nur Hayid (Gus Hayid), yang saat ini berada di Bumi Kinanah tersebut untuk memimpin para imam dan dai utusan PBNU yang mengikuti kegiatan Tadribud Duat wal Aimmah di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.

Menurut Gus Hayid, tradisi Musa'adah ini ditujukan bukan hanya untuk para fakir dan miskin, namun juga diberikan kepada para pelajar dan mahasiswa dari berbagai penjuru dunia yang sedang menuntut ilmu di Mesir. Sehingga tradisi yang biasanya juga dilakukan di luar Ramadhan ini sangat ditunggu-tunggu kehadirannya.

Biasanya, Musa'adah yang dilakukan di luar Ramadhan dan diberikan dalam berbagai bentuk bantuan seperti makanan dan daging. Namun untuk Ramadhan, selain intensitasnya lebih tinggi, para aghniya mewujudkan bantuannya dalam bentuk uang pound. Jumlah uang yang diberikan beragam mulai 50-200 pound atau lebih.

"Jika pelajar dan mahasiswa rajin mengakses informasi tentang Musa'adah, dalam bulan Ramadhan, mereka bisa mendapatkan uang dari 1000 sampai 2000 pon," jelasnya.

Untuk mendapatkannya, mereka hanya cukup menunjukkan data diri dan bukti sebagai pelajar atau mahasiswa dengan menunjukkan passport. Namun tidak semua pelajar ikut antri mendapatkan Musa'adah. Ada juga yang sudah merasa cukup dan tidak mencarinya.

Tradisi ini dilakukan di berbagai tempat mulai masjid, kantor, yayasan dan juga di asrama mahasiswa. Budaya yang patut dicontoh ini merupakan wujud menghilangkan ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin. Budaya ini akan lebih tinggi frekwensinya di sepuluh akhir bulan Ramadhan.

"Disamping hari-hari mulia, para aghniya juga memanfaatkan hari-hari tersebut sebagai waktu untuk membayar zakat," jelas Gus Hayid.

Tradisi ini juga tidak hanya dilakukan oleh orang kaya di Mesir. Warga masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah juga tidak mau ketinggalan dengan bersedekah rizki harta yang dimilikinya. Mereka menyalurkan sedekahnya dalam bentuk makanan seperti kurma untuk buka puasa.

Umat Islam di Mesir menyadari bahwa ada hak orang lain di setiap harta yang dimiliki. Semua harta yang dimiliki akan dipertanggungjawabkan kelak di hari akhir. Tentunya, semakin banyak harta di dunia, maka semakin berat juga tanggung jawabnya di akhirat.

Allah berfirman dalam QS al-Munafiqun: 10. "Dan belanjakanlah (infakkanlah) sebahagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku) sehingga waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah (berinfak) dan aku termasuk orang-orang yang soleh!".

"Ayat ini mengingatkan kepada kita agar kita tidak menyesal di kemudian hari karena kikir dalam berbagi dengan sesama. Semoga kita bisa menjadi jiwa-jiwa pemurah dan cinta berbagi dengan sesama, terlebih di bulan Ramadhan," pungkasnya. (Muhammad Faizin)


Terkait