Nasional

Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Luncurkan Pusat Studi Halal

Selasa, 18 Februari 2020 | 07:30 WIB

Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Luncurkan Pusat Studi Halal

Unusia meluncurkan Pusat Studi Halal, setelah itu diadakan Workshop Nasional Selasa (18/2). (Foto: NU Online/Husni Sahal)

Jakarta, NU Online
Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta meluncurkan Pusat Studi Halal (PSH) Unusia Jakarta, Selasa (18/2). Unit tersebut berfungsi untuk pendidikan, penelitian, analisis, menyediakan layanan kepada masyarakat dan memberikan arahan kebijakan pemerintah maupun lembaga pemegang kebijakan mengenai produk, aturan, dan industri halal.

Ketua Pusat Studi Halal Unusia A Khoirul Anam mengemukakan bahwa unit yang dipimpinnya ini tidak hanya berkaitan dengan hukum Islam, seperti halal dan haram, tapi juga terkait dengan persoalan sains dan bisnis.

Menurut Anam, sains halal menjadi pintu masuk bagi mahasiswa perguruan tinggi Islam, khususnya Unusia untuk mendalami perihal dunia sains.

"Dari halal nanti kita kenal dengan industri pangan, dari halal nanti kita kenal dengan rekayasa genetika, dari halal kita akan kenal dengan banyak aspek terkait pengolahan zat-zat kimia, kemudian dampaknya bagi tubuh dan segala macem. Itu dari sisi sains," kata Anam.

Sementara dari sisi bisnis, lanjutnya, nantinya mahasiswa bisa memahami setidaknya bisnis-bisnis yang sering menjadi perbincangan publik, seperti kuliner, kosmetik, dan obat-obatan. Ia mengatakan, selama ini labelisasi halal terhadap bisnis kuliner hanya diakses perusahaan-perusahaan besar, sehingga membuatnya terus berkembang. Di sisi lain, konsumen dalam mengonsumsi produk itu memperhatikan aspek kehalalannya.

Kemudian dari bisnis kosmetik. Melalui bisnis kosmetik, mahasiswa dapat memeriksa suatu kosmetik halal atau tidaknya dan terbuat dari bahan yang ada najisnya atau tidak. Selanjutnya, bisa dilacak secara kimiawi bahaya bagi tubuh atau tidak.

Selanjutnya bisnis obat-obatan. Menurutnya, sekarang hampir semua orang ketika sakit mengonsumsinya obat kimia dan jarang yang menggunakan obat tradisional seperti jamu.

"Jadi halal ini tidak hanya pada persoalan hukum, tapi persoalan sains dan bisnis," jelasnya.

Ia juga mengemukakan bahwa pendirian PSH tidak terlepas dari tren halal dunia yang terus meningkat. Ia menyebut bahwa hingga kini, negara-negara yang aktif melakukan bisnis halal bukan berasal dari negara-negara di Timur Tengah atau Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun oleh negara seperti Brazil, Thailand, dan China.

Negara-negara yang diidentikkan Islam belum memiliki kepedulian terhadap aspek halal. Indonesia sendiri baru memiliki payung hukumnya, yakni melalui UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

"Indonesia sudah memiliki payung atau legalitas hukumnya ini tinggal bagaimana penerapannya. Perguruan tinggi di dalam Undang-Undang JPH  mempunyai ruang untuk masuk sebagai Lembaga Pemeriksa Halal atau LPH," terangnya.

Seusai peluncuran, dilanjut dengan Workshop Nasional bertajuk "Paradigma Ekosistem Halal Indonesia" dengan pembicara dari Kementerian Agama H Mastuki HS, Katib Syuriyah KH Mujib Qulyubi, Wakil Rektor UI Luthfi Zuhdi, Dosen Unusia Sugeng Priono, dan Bankir Senior A Riawan Amin.

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Abdullah Alawi