Warta

Pendidikan Seks Perlu bagi Remaja

Sabtu, 26 Juli 2003 | 04:37 WIB

Jakarta, NU Online
Kemajuan teknologi informasi membuat orang bisa berkomunikasi dari mana saja dan informasi dapat tersebar dengan sangat cepat. Hal ini membuat jarak menjadi tak berarti lagi. Namun, selain manfaat tersebut, teknologi informasi juga membawa dampak negatif pada jenis informasi yang berisi pornografi yang mendorong banyak pihak untuk melakukan kemaksiatan.

Saat ini, melalui situs internet atau VCD porno, orang dengan mudah dapat mengakses hal-hal yang dulu sangat sulit didapat, termasuk pada para remaja yang belum memiliki nilai agama dan moralitas yang kokoh sehingga mereka cenderung ingin mencoba apa yang dilihatnya.

<>

Melakukan kegiatan seks tanpa mengetahui efek yang ditimbulkannya sangat membahayakan bagi yang melakukannya karena saat ini informasi yang beredar tentang seks cenderung salah kaprah. Seks dianggap sesuatu yang lumprah dan dapat dilakukan kapan saja.

Ketua PBNU Rozy Munir mengatkan bahwa saat ini remaja perlu diberi pendidikan seks. Pendidikan seks dalam Islam berkaitan dengan kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan jasmani, rohami, dan sosial “Agar remaja menyiapkan diri secara mantap dalam memasuki jenjang pernikahan. Selain itu supaya mereka matang dalam mempersiapkan perkawinan pada usia yang mantap, serta siap dalam mengasuh anak anaknya agar menjadi anak yang sholeh dan solihah dalam keluarga maslahah.”

Selain itu karena pergaulan sehari-hari yang sangat bebas saat ini, maka pendidikan seks dapat membantu para remaja dari “kecelakaan” yang akan membawa pengaruh buruk dalam kehidupannya.

Berdasarkan data dari Dr. Siswanto AW dalam seminar IPADI. Dari 12 kota sample, remaja usia 15-24 yang berhubungan seks dengan teman luar sekolah mencapai 18.4%, sedangkan yang berhubungan dengan teman sekolah mencapai 6.8%. pada usia 20-24 mereka yang berhubungan seks sebelum menikah mencapai 14.7 persen.

“Tetapi kalau ditanyakan apakah pendidikan seks satu keharusan, nah disinilah kita harus hati-hati. Siapa yang mengharuskan, siapa yang membiayai fasilitas pengajaran pendidik seks, siapa yang membuat peraturan atau undang-undang tentang hal tersebut. Kalau tidak mematuhi apa sanksinya,” ungkapnya.

Upaya untuk membuat pilot proyek diperlukan baik untuk materi pendidikan formal maupun non formal. Diskusi dan dialog dikalangan institusi masyarakat perlu dilakukan. Senyampang dengan adanya keyakinan mengamandemenkan UU Kependudukan No 10 Tahun 1992 oleh Forum Parlemen dapat dijajaki tentang hal tersebut.

Sementara itu KH Hasyim Muzadi berpendapat bahwa seks perlu diajarkan, namun demikian dalam pendekatan fikih. “Jika melalui pendekatan seks sendiri, maka akan bubrah, karena seks sendiri baru halal bagi mereka yang sudah menikah” ungkapnya.

Hasyim Muzadi juga berpendapat bahwa pendekatan dari sudut pandang ilmu biologi juga diperlukan, ini berkaitan dengan keluarga berencana, KB, haid, dll.

Sebenarnya Islam sudah membahas pendidikan seks sejak zaman Rasulullah. Pendekatan seks dalam Islam sudah bersifat holistik, termasuk al azl yaitu bagaimana mengeluarkan sperma diluar kemaluan wanita untuk menghindari terjadinya kehamilan, pelarangan hubungan seks ketika istri sedang hamil, dll. “Semua itu sudah sejak lama ada, Cuma penyebarluasannya yang kurang baik,” ungkap Hasyim Muzadi.

Jadi, memang pendidikan seks diperlukan bagi generasi muda untuk mempersiapkan dirinya dalam menghadapi perkawinan. “Namun demikian, pendekatannya bukan pendekatan hewani yang mengumbar nafsu,” tegasnya.(mkf)

 


 


Terkait