Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Tantangan Pengembangan Raudhatul Athfal di Era 4.0

Kamis, 9 April 2020 | 16:00 WIB

Tantangan Pengembangan Raudhatul Athfal di Era 4.0

Para siswa RA di Kabupaten Lima Puluh Kota pada sebuah kegiatan. (Foto: sumbar.kemenag.go.id)

Raudhatul Athfal adalah lembaga pendidikan anak usia dini yang fokus mengajarkan pembelajaran keagamaan sekaligus pembelajaran umum. Pendidikan di tingkat Raudhatul Athfal ini sangat penting karena pada tingkat ini anak didik akan diberi pelajaran yang menjadi dasar dan fondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan berikutnya.

Pendidikan Raudhatul Athfal mempunyai tujuan untuk membentuk anak yang berkualitas, tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sehingga, siap memasuki pendidikan dasar dan mengarungi kehidupan di masa dewasa.
 
Begitu pentinganya pendidikan di tingakt Raudhatul Athfal ini sehingga dalam pengembanganya melibatkan banyak keilmuan seperti psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neurosains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia.

Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2018, jumlah peserta didik Raudhatul Athfal sebanyak 1.231.101 yang tersebar di 28.706 Raudhatul Athfal. Dengan banyaknya jumlah peserta didik di Raudhatul Athfal ini tentu mempunyai tantangan sendiri dalam pengembangannya.

Hasil penelitian yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2019 dengan judul Modelling Penguatan Pendidikan Agama Islam di Raudhatul Athfal”menyatakan terdapat dua tantangan dalam pengembangan pendidikan Raudhotul Athfal di zaman 4.0.

Tantangan pertama adalah bagaimana Raudhatul Athfal sebagai lembaga pendidikan anak usia dini mengemban amanat untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam yang bukan sekadar teoritik. Sedangkan tantangan kedua adalah bagaimana Raudhotul Athfal bisa berhadapan dengan situasi dan kondisi teknologi informasi yang menyatu dalam diri peserta didiknya.

Hasil penelitian tersebut juga menyatakan, untuk menghadapi tantangan tersebut, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama telah menyusun berbagai langkah. Pertama, menyusun pedoman penguatan pendidikan agama di Raudhatul Athfal dalam konteks memberikan panduan kepada guru dan pengelola Raudhatul Athfal, sehingga pendidikan agama Islam mampu mewujud dalam kehidupan sehari-hari.
 
Kedua, melakukan pengembangan modul animasi pembelajaran di Raudhatul Athfal yang difokuskan untuk merespons perkembangan ilmu dan teknologi yang tidak mungkin dihindari.
 
Selain itu, dalam pengembangan Raudhatul Athfal, Kementerian Agama telah merumuskan kebijakan yang diundangkan baik yang berbentuk Keputasan Meneteri Agama maupun Petunjuk Teknis yang ditandatangani Dirjen. 

Namun demikian, kebijakan yang lahir dari Kementerian Agama ini cenderung bersifat administratif dan cenderung normatif. Sebagaimana contoh Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 792 tentang Kurikulum Raudhotul Athfal. Kemudian, KMA tersebut diturunkan menjadi beberapa Petunjuk Teknis (Juknis).
 
Di antara Juknis tersebut adalah Juknis tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Juknis Rencana Pembelajaran Harian, Juknis Integrasi Pendidikan Agama Islam, Juknis Pemberdayaan Orang Tua, Juknis Perencanaan Pembelajaran, Juknis Bahan Ajar dan Juknis Strategi Pembelajaran.

Hasil penelitian juga menyatakan dalam menjawab tantangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di era Revolusi Industri 4.0 yang secara riil dihadapi masyarakat khususnya orang tua anak didik di Raudhatul Athfal, model kebijakan di atas masih relatif rentan terhadap infiltrasi digital yang terbungkus dalam zaman 4.0. Selain itu, penggunaan teknologi yang tidak tepat guna akan membuat kecanduan pada anak didik yang bisa berdampak negatif pada psikis dan perkembangannya.

Oleh karena itu, penggunakan teknologi untuk pengembangan pendidikan Raudhatul Athfal harus harus tetap dikontrol. Hal ini bertujuan agar penggunaan teknologi di Raudhaatul Athfal ini bisa selalu berdampak positif bagi perkembangan anak.

Hasil penelitian merekomendasikan agar pendidikan Raudhatul Athfal ini lebih berkualitas, perlu dikembangkan pembelajaran yang tidak bersifat teoritik semata, melainkan juga praktknya. Selain itu, Kementerian Agama agar menyiapkan lembaga Raudhatul Athfal berbasis teknologi yang bisa menjadi model, sehingga diharapkan bisa menjadi contoh untuk pengembangan Raudhatul Athfal lainnya.
 

Penulis: Ahmad Khalwani
Editor: Kendi Setiawan