Balitbang Kemenag RISET BALITBANG KEMENAG

Terjemah Al-Qur’an Bahasa Mandar Kedepankan Pemenuhan Rasa dan Makna

Rabu, 20 Mei 2020 | 12:15 WIB

Terjemah Al-Qur’an Bahasa Mandar Kedepankan Pemenuhan Rasa dan Makna

Penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bentuk bahasa lokal gunanya sebagai kamus yang dapat memberikan pemahaman; dan kesempatan untuk menggali makna dan substansi Al-Qur’an serta sebagai pemeliharaan atau konservasi budaya daerah sendiri.

Annangguru Muhammad Idham Khalid Bodi adalah tokoh yang dianugerahi gelar 'orang Mandar yang dimuliakan'. Keberhasilannya menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Mandar merupakan kemampuan yang tidak bisa dimiliki oleh tiap orang Muslim. 

 

Terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Mandar memiliki ciri khas tersendiri. Terjemahan ini lebih berorientasi pada pemenuhan feel (rasa) dan menguatkan makna. Dalam hal ini transliterasi Al-Qur’an dapat memberikan manfaat guna untuk mempertahankan budaya dan bahasa lokal yang ada di Indonesia. 

 

Demikian simpulan dari hasil penelitian oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019. Para peneliti juga mengemukakan bagaimana latar belakang mengenai terjemahan Al-Qur'an dari Bahasa Arab ke dalam bahasa lokal. Banyaknya terjemahan Al-Qur'an dalam bentuk bahasa nasional sudah kerap dan banyak dijumpai. Namun, untuk terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah masih sangat minim dan langka untuk ditemukan.

 

Terdapat beberapa daerah yang sudah ditemukan terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa lokal yaitu di daerah Jawa dan Sulawesi Selatan. Di Jawa sudah ditemukan terjemahan Al-Qur'an dalam Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda. Sedangkan di Sulawesi Selatan tercatat tafsir dalam Bahasa Bugis dialek Soppeng-Wajo. 

 

Awal mula terjemahan Al-Qur'an Bahasa Mandar, berangkat dari keresahan banyaknya orang Mandar yang masih belum bisa berbahasa Indonesia. Dari itu, Prof DR Baharuddin Lopa, SH menyarankan untuk menuangkan Bahasa Indonesia ke dalam terjemahan Al-Qur'an tersebut. Gunanya sebagai kamus bagi masyarakat Mandar. 

 

Proses yang dilakukan sangatlah panjang. Dimulai dari terobosan hingga saran-saran perbaikan. Atas usul dari Bahrudin Loppa yang menduga untuk kemungkinan diterbitkannya terjemahan ini di Arab Saudi. Pada tahun 2000 Dr Ahmad M Sewang, MA, selaku ketua panitia pergi ke Rabithah Alam Islami di Kota Makkah, Arab Saudi, yang dikenal sebagai Liga Dunia, Lembaga Islam Nonpemerintah yang terbesar di dunia.

 

Sesampainya di sana disarankan untuk merujuk ke Mujamma’ al-Malik Fahd Lithilba’ati al-Mushaf asy-Syarif, yang merupakan pabrik percetakan Al-Qur’an yang terbesar di dunia, yang berada di Kota Madinah, Arab Saudi. Kompleks ini memang mencetak Al-Qur’an dan terjemahannya ke berbagai bahasa. Kemudian pada tahun 2005 terjemahan Al-Qur’an Bahasa Mandar telah diterbitkan, sebanyak 20.000 eksemplar. Terjemahan ini menjadi satu-satunya terjemahan Al-Qur'an yang tak kalah bergengsi dengan terjemahan bahasa-bahasa negara di dunia.

 

Dalam hal ini masih menuai permasalahan dalam penerbitan Al-Qur’an di Arab Saudi tidak melalui prosedur yang ada di Indonesia. Dalam konteks Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an tidak melalui Kementerian Agama RI. Sedangkan semua mushaf yang beredar harus ada tanda tashih dari lembaga tersebut. Gunanya sebagai bukti bahwa master mushaf Al-Qur’an yang akan diterbitkannya sudah ditashih oleh tim pentashih LPMQ (Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an).

 

Kepala Pusat Lektur yang membawahi konteks Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Drs H Fadhal AR Bafadal, M Sc menyarankan agar melakukan pentashihan Al-Qur’an sebelum tersebar. Kemudian, membentuk tim yang juga melibatkan penerjemah. Proses ini dilakukan selama sepekan di Ciawi, Bogor.

 

Berdasarkan hasil pengembangan setalah 15 tahun Koroang Mala’bi banyaknya permintaan dan saran perbaikan maka melakukan revisi terjemahan Al-Qur’an Bahasa Mandar. Namun, tetap mempertahankan terjemahan Bahasa Indonesia versi tahun 2012. Pada masa ini terjemahan Bahasa Indonesia hanya dijadikan bahan komparasi dan sebagai alat bantu. Boleh jadi pembaca akan menemukan banyak perbedaan baik dari tata bahasa maupun tata letak dalam terjemahan Bahasa Indonesia maupun Bahasa Mandar.

 

Terdapat tiga rekomendasi dalam kegiatan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Mandar. Pertama, Pemerintah Daerah perlu kiranya mencetak dalam jumlah yang banyak, agar naskah tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat. Kedua, penyampaian dakwah melalui bahasa daerah akan sangat menyentuh bagi masyarakat pendukungnya. Dari itu kepada para mubalig kiranya dapat menggunakan bahasa daerah dengan menggunakan terjemahan Bahasa Mandar ini.

 

Ketiga, penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa daerah perlu dilanjutkan pada bahasa-bahasa daerah lainnya. Penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bentuk bahasa lokal gunanya sebagai kamus yang dapat memberikan pemahaman; dan kesempatan untuk menggali makna dan substansi Al-Qur’an serta sebagai pemeliharaan atau konservasi budaya daerah sendiri.

 

Penulis: Endang Agoestian

Editor: Kendi Setiawan