Daerah

Drama Kolosal sampai Khatmil Qur’an Warnai Hari Santri di Jawa Tengah

Rabu, 23 Oktober 2019 | 09:00 WIB

Drama Kolosal sampai Khatmil Qur’an Warnai Hari Santri di Jawa Tengah

Drama kolosal ini dipertunjukkan pada upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2019 di Lapangan Pecalungan, Selasa (22/10).

Batang, NU Online
Setiap tahunnya, kemeriahan dalam rangka memperingati Hari Santri semakin terasa. Seluruh santri di berbagai penjuru Indonesia dengan suka cita menggelar berbagai kegiatan sebagai wujud syukur kepada Allah atas hari bersejarah santri ini. Berbagai kegiatan seperti festival, bakti sosial, pertunjukan seni, dan kegiatan ibadah digelar dengan sukarela dan penuh keberkahan.
 
Seperti yang dilakukan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Ranting Pretek Kecamatan Pecalungan, Batang, Jawaq Tengah yang menampilkan drama kolosal dengan apik dalam memperingati Hari Santri 2019. Drama kolosal ini dipertunjukkan pada upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2019 di Lapangan Pecalungan, Selasa (22/10).
 
Ribuan santri dan warga NU Kecamatan Pecalungan antusias melihat pertunjukan drama kolosal yang bertema Perjuangan Sang Kiai. Drama kolosal ini merupakan cara pelajar NU mengenal dan meneladani sosok pendiri NU KH Hasyim Asy’ari.
 
"Banyak cara untuk mengenal dan meneladani sikap dan perilaku seseorang tak terkecuali sosok yang sangat fenomenal khususnya bagi orang NU, yaitu Hadratusyekh KH Muhammad Hasyim Asy'ari. Kami sebagai IPNU-IPPNU mencoba untuk mengenal dan mengenang perjuangan para kiai khususnya Mbah Hasyim Asy'ari," kata sutradara drama Slamet Nurohim.
 
Di tempat lain para santri di Pesantren Fatanugraha, Wonosobo, Jawa Tengah menggelar 1 Miliar Shalawat Nariyah dan Khatmil Qur'an untuk menyongsong Hari Santri pada, Senin (21/10) malam. Kegiatan yang ditujukan untuk keamanan dan kedamaian Indonesia ini di ikuti kurang lebih 75 santriwan-santriwati Fatanugraha.
 
KH Ahmad Muzan, Direktur Pesantren Alternatif Fatanugraha pada kesempatan tersebut menceritakan sekilas sejarah adanya Hari Santri yang tak bisa terlepas dari fatwa Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari tentang Resolusi Jihad.
 
“Kita masih dalam suasana penjajahan ketika merdeka. Negara tidak punya sama sekali tentara hanya punya bekas pasukan Pekka dan Heiho tentara didikan Jepang yang akan dikirim ke Asia Pasifik, yang jadi komandan Jendral Abdurahman Uno,” jelas Ahmad Muzan.
 
Perang 10 November 1945 semakin menegaskan bahwa peran kiai dan santri dari  Laskar Hizbullah dan Sabilillah menjadi pilar bagi Indonesi untuk melawan tentara Inggris di Surabaya.
 
“KH Hasyim Asy’ari kala itu mengutus 3 orang kiai. KH Abdullah Abbas Buntet bagian udara, KH Abdul Jalil Tulung Agung bagian laut, KH R. Asnawi Kudus bagian darat,” katanya.
 
Selain pembacaan shalawat dan khatmil Qur’an, pada hari Selasa (22/10) juga digelar bedah buku Ahlusunnah Wal Jamaah karya KH Ahmad Muzan serta ziarah ke makam Mbah KH Ali Sastronegoro Krasak Wonosobo.
 
Kontributor : Khairul Umar/ Muhammad Akmal SA
Editor : Muhammad Faizin