Daerah

Jurnalisme Selamatkan Santri dari Ancaman Hoaks di Medsos 

Rabu, 24 Maret 2021 | 09:00 WIB

Jurnalisme Selamatkan Santri dari Ancaman Hoaks di Medsos 

foto: ilustrasi (nu online)

Semarang, NU Online 

Meski berada di kawasan tertutup saat nyantri di pondok, santri harus mendalami jurnalisme untuk menyelamatkan diri dari pengaruh hoaks atau penyebarluasan informasi bohong yang membanjiri jagad maya.

 

Wakil Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Nasrulloh Afandi mengatakan, penyebaran berita bohong atau hoaks sulit dibendung dan mengancam siapa saja, tak terkecuali santri dan kiai.

 

"Karena itu masyarakat pesantren perlu ditumbuhkan imunnya agar memiliki ketahanan diri sehingga tidak mudah terjebak dalam pusaran arus hoaks yang sudah memakan banyak korban itu," katanya kepada NU Online di Semarang, Selasa (23/3).

 

Menurutnya, imun bisa ditumbuhkan melalui aktivitas pendalaman jurnalisme yang dapat  membentuk karakter diri untuk selalu mengutamakan konfirmasi dan validasi atas munculnya berbagai informasi dan opini demi memastikan akurasi, fakta, dan kebenarannya.

 

"Jika spirit jurnalisme melekat pada tiap diri warga masyarakat pesantren terutama santri, maka hampir dapat dipastikan tidak mudah terpengaruh dengan informasi hoaks sekalipun di dunia maya yang tidak mengenal batas teritorial itu," tegas Kiai Nasrullah yang juga Wakil Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat itu.

 

Karena lanjutnya, santri sudah terbiasa dengan budaya konfirmasi dan validasi untuk memastikan kebenaran informasi atau opini sebelum mereaksi atau merespons terutama di ranah dunia maya.

 

"Agar spirit jurnalisme tumbuh sudah saatnya para santri selama belajar di pondok juga dikenalkan dengan dunia jurnalisme melalui pelatihan-pelatihan jurnalistik secara berjenjang," terangnya. 

 

"Selain akan memberikan pengalaman secara langsung, agenda ini juga akan memberikan bekal kepada para santriwan dan santriwati terkait dasar ilmu jurnalistik yang dapat digunakan untuk memilah atau menyaring antara kebenaran berita dan virus hoaks," sambungnya.

 

Dikatakan, kehadiran media sosial (medsos) semakin menyuburkan peredaran hoaks, kemudahan membangun akses komunikasi disalahgunakan untuk menyebarkan narasi kebencian, intoleransi, dan pencitraan untuk merebut kepercayaan publik meski harus berbohong.

 

Pengamat media Universitas Diponegoro (Undip) Amiruddin mengatakan, santri juga menjadi salah satu sasaran gerakan cuci otak melalui narasi-narasi hoaks. Karena itu perlu ada pendekatan khusus, di antaranya melalui pengenalan elemen-elemen jurnamisme.

 

"Kami yakin para kiai yang mengasuh pesantren telah membentengi santri-santrinya dari berbagai ancaman termasuk hoaks melalui berbagai cara dan aktivitas jurnalistik bisa dijadikan sebagai salah satu alternatifnya," pungkasnya.

 

Kontributor: Samsul Huda
Editor: Abdul Muiz