Daerah

Mbah Sholeh Darat Jelaskan Dampak Berhaji tanpa Ilmu Manasik

Senin, 24 Mei 2021 | 05:00 WIB

Mbah Sholeh Darat Jelaskan Dampak Berhaji tanpa Ilmu Manasik

KH Ahmad Hadlor Ihsan di Makam KH Sholeh Darat. (Foto: NU Online/Ichwan)

Semarang, NU Online

Jangan mengambil menantu dan jangan berbesanan dengan haji yang tak berilmu. Kalimat ini adalah ajaran Kiai Sholeh Darat dalam kitabnya Manasikul Hajj wal Umrah wa Adabu Ziyarati Sayyidil Mursalin.

 

Kitab beraksara Arab dengan bahasa Jawa (disebut Arab Pegon) ini diterbitkan di Bombai India tahun 1340 H/1922 M, dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh pegiat Komunitas Pecinta KH Sholeh Darat (Kopisoda) Nur Fuad pada 2017.

 

Syuriyah PWNU Jawa Tengah dan Mustasyar PCNU Kota Semarang KH Ahmad Hadlor Ihsan menjelaskan maksud kalimat tersebut saat menyampaikan mauidhoh hasanah dalam kegiatan Haul ke-121 Mahaguru Ulama Nusantara, KH Sholeh Darat di komplek Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bergota, Semarang. Sabtu, (22/5). Haul Kiai Sholeh Darat diadakan setiap tanggal 10 Syawal, kecuali tahun lalu karena pandemi.

 

Dijelaskan Kiai Hadlor seraya mengutip dari kitab Manasik Mbah Sholeh bahwa haji yang bodoh, yaitu tidak punya ilmu tentang haji, maka rawan rusak agamanya dan rusak status perkawinannya dan beresiko melakukan jima' (hubungan suami istri) yang terlarang menurut syariat.

 

Sebab jelas dilarang oleh Allah melalui firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat ke-197 yang artinya; Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh “rafats”, berbuat fasik dan berbantah-bantahan. Kalimat Rafast adalah perbuatan jorok. Menurut ulama tafsir, bermakna menggauli istri.

 

"Orang haji yang bodoh, rawan tidak sah hajinya. Ini berakibat serius jika dia sudah berkeluarga," beber Kiai pembimbing tetap di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) PCNU Kota Semarang ini.

 

Diteruskan Kiai Hadlor, orang haji yang tawafnya tidak beres atau ada rukun haji terlewatkan, maka statusnya tetap ihram meskipun sudah pulang dan telah memakai gelar haji.

 

“Dia tetap terkena larangan jima' apabila berhubungan suami istri, maka status anaknya ihram," lanjut pengasuh Pesantren Al-Ishlah Mangkang, Tugu, Semarang ini.

 

Mantan Rais Syuriyah PCNU Kota Semarang ini menuturkan, dalam pengalaman sekian lama menjadi pembimbing haji, beberapa kali menemukan bukti adanya kaji goblok yakni orang bodoh namun naik haji, sebab memiliki cukup uang untuk membayar biaya haji.

 

Diungkapkan Kiai Hadlor, suatu kali dia melakukan tawaf pada pelaksanaan haji. Ketika sampai putaran keempat, ada seorang WNI minta ijin ikut di belakangnya, masuk dalam rombongannya.

 

"Pak Kiai, saya ikut tawaf di belakang jenengan ya" tanya WNI tersebut.

 

"Ya, boleh. Silakan di belakang saya" Jawab Kiai Hadlor

 

Demikian awal dialog itu diceritakan.

 

Saat Kiai Hadlor menyelesaikan tawafnya, ia mulai bergerak untuk melakukan rukun berikutnya yakni Sa'i dan orang tersebut masih ikut bersamanya.

 

"Lho, Anda tadi baru tiga putaran. Tawaf Anda harus sempurna tujuh putaran," ucap Kiai Hadlor mengingatkan orang tersebut.

 

"Tidak apa-apa. Tuhan Maha Tahu. Allah Maha Pengampun," jawab orang tersebut seraya tetap mengikuti langkah Kiai Hadlor menuju tempat Sa'i.

 

"Lho, haji itu ada syariatnya. Tidak boleh Anda menggampangkan dengan dalih Tuhan Maha Tahu atau Maha Pengampun," sergah Kiai Hadlor mengingatkan lagi.  

 

Namun orang tersebut tetap tidak mengindahkan semua nasehat dari Kiai Hadlor.

 

"Itulah contoh nyata yang pernah diperingatkan Mbah Sholeh Darat lebih dari seratus dua puluh tahun lalu,” ujar Kiai Hadlor.

 

Orang dalam kisah tersebut, kata dia, masih berstatus ihram ketika pulang dan hajinya tidak sah. Maka kalo dia kumpul suami istri dan menghasilan anak, anaknya itu yang tidak boleh dijadikan menantu dan orang tuanya tidak boleh dijadikan besan menurut Mbah Sholeh Darat.

 

Haul ke-121 KH Sholeh Darat tahun ini dilaksanakan dengan pembatasan peserta dan penerapan protokol kesehatan, setelah tahun lalu tidak diadakan karena masa pendemi. Panitia dibentuk bersama oleh PCNU Kota Semarang, Pemerintah Kota Semarang, Pengajian Ahad Pagi 1939 dan Komunitas Pecinta Kiai Sholeh Darat (Kopisoda).

 

Keluarga keturunan KH Sholeh Darat, perwakilan ormas Islam dari NU, Muhammadiyah, MUI, dan tokoh-tokoh masyarakat hadir membaur dengan para pecinta waliyullah di lokasi pengajian Haul tersebut.

 

Kontributor: Ichwan

Editor: Aiz Luthfi