Daerah

Meriahkan Tahun Baru Hijriah, Pesantren Al-Hikamussalafiyyah Sumedang Gelar Sepak Bola Api

Sabtu, 22 Agustus 2020 | 00:30 WIB

Meriahkan Tahun Baru Hijriah, Pesantren Al-Hikamussalafiyyah Sumedang Gelar Sepak Bola Api

Sepak bola api meriahkan peringatan tahun baru hijriah di Sumedang, Jabar (Foto: NU Online/Ayi Abdul Kohar)

Sumedang, NU Online
Meriahkan peringatan tahun baru 1442 Hijriah, santri di Pesantren Al-Hikamussalafiyyah Desa Sukamantri, Kecamatan Tanjungkerta, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mengisinya dengan pertandingan sepak bola api.  Pertandingan tersebut dilaksanakan di Lapangan Pondok Al-Hikamussalafiyyah, Jumat (21/8) malam. 

 

Lurah Pondok Al-Hikamussalafiyyah Abdul Majid Hayyudin mengatakan, kegiatan sepak bola santri sudah menjadi agenda rutin tahunan yang biasanya dilaksanakan saat masa orientasi santri baru.  "Pertandingan bola api ini sudah menjadi agenda tahunan di Pesantren Al-Hikamussalafiyyah. Setiap tahun biasanya dilaksanakan pada masa orientasi santri baru," ujarnya. 

 

Dikatakan, berhubung pada awal masuk santri kemarin ada larangan berkerumun untuk pencegahan penyebaran Covid-19, jadi pertandingan bola api baru bisa dilaksanakan sekarang berbarengan dengan menyambut tahun baru Islam. 

 

Majid menjelaskan bahwa bola dalam permainan bola api ini terbuat dari kelapa tua yang kulit kelapanya sudah di kupas dulu dan tinggal sabutnya saja. Bongkahan sabut kelapa yang berbentuk bundar tersebut kemudian direndam beberapa hari dalam minyak tanah dan solar. 

 

"Hal ini dilakukan supaya minyak tanah dan solar tersebut bisa menyerap ke dalam serat sabut kelapa," jelasnya. 

 

Dalam pelaksanaannya lanjutnya, seluruh santri yang mau ikutan dibagi menjadi beberapa regu. Tiap regunya lima orang. Permainan berjalan seperti sepak bola pada umumnya, yang beda itu hanya bolanya saja. 

 

"Yang ini memakai bola api yang menyala. Durasi waktu satu pertandingan pun hanya sepuluh menit. Pemenang dalam permainan ini ditentukan lewat gol yang dihasilkan," lanjut Majid. 

 

Disampaikan, sebelum pertandingan seluruh peserta berdiri mengelilingi lapangan. Mereka bersama-sama melafalkan doa keselamatan. Santri yang tidak ikut bermain berdiri menjadi pagar. Agar bola tidak keluar lapangan," ungkapnya.

 

Majid menjelaskan tidak ada ilmu kebal atau sejenisnya yang harus dikuasai para santri. Mereka bermain bola api secara alamiah. Meski cukup berbahaya, para santri tampak sangat menikmati permainan. 

 

"Mereka tidak henti-hentinya bersorak kegirangan. Dengan kaki telanjang mereka tangkas memainkan bola api dari kaki ke kaki," paparnya.

 

Koordinator pertandingan, Muhammad Ridwan mengatakan bahwa menendang bola api ada tekniknya, tidak boleh asal. Cara menendangnya dengan didorong menggunakan telapak kaki, bukan punggung kaki. Itu guna meminimalisasi risiko cedera. 

 

"Walaupun terbilang berbahaya, permainan sepak bola api penuh dengan pesan moral," lanjut Ridwan. 

 

Diungkapkan, keberanian dan keyakian merupakan hal pertama yang harus dimiliki seseorang untuk ikut dalam permainan ini, tanpa hal tersebut tidak mungkin seseorang akan terlibat. Seperti sepak bola ada umumnya permainan ini juga menjunjung sportivitas dan kebersamaan.

 

Dengan tingkat cedera yang lebih tinggi dari olahraga biasa, pemain dituntut untuk berkompetisi dengan tetap memperhatikan keselamatan lawan maupun teman satu timnya dengan kadar yang lebih dari permainan bola biasa. 

 

"Kemenangan bukanlah satu-satunya yang dikejar dalam permainan ini," pungkasnya.

 

Kontributor: Ayi Abdul Kohar
Editor: Abdul Muiz