Daerah

Moderasi Beragama Bukan Upaya Memudah-mudahkan Ajaran Agama

Rabu, 29 September 2021 | 14:30 WIB

Moderasi Beragama Bukan Upaya Memudah-mudahkan Ajaran Agama

Workshop Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat bertema Merawat Keberagaman dengan Moderasi Beragama di Hotel Emersia Bandarlampung, Rabu (29/9) malam. (Foto: NU Online/Faizin)

Bandarlampung, NU Online
Pesan moderasi beragama harus senantiasa dilandaskan pada ajaran luhur, yaitu Rahmatan Lil Alamin. Penguatan moderasi beragama tidak boleh dipahami sebagai upaya untuk memudah-mudahkan ajaran agama atau mengecilkan peran agama dalam kehidupan. Justru moderasi beragama harus dimaknai sebagai upaya bersama untuk memiliki sikap keberagamaan melalui sikap hormat terhadap paham yang tidak sama, menebarkan kedamaian dan kasih sayang.


Hal ini ditegaskan Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Lampung H Juanda Naim di depan para tokoh agama dan masyarakat Provinsi Lampung pada Workshop Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat bertema Merawat Keberagaman dengan Moderasi Beragama di Hotel Emersia Bandarlampung, Rabu (29/9) malam.


Moderasi beragama lanjutnya, harus dimaknai sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengalaman agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan. Sikap seimbang ini akan menghindarkan sikap ekstrem berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama.


“Moderasi tidak hanya milik satu agama, lebih tepatnya moderasi beragama lekat pada setiap agama,” tegasnya.

 


Kemudian ia menyebut bahwa sejatinya, paham anarkisme dalam beragama tidak berhubungan dengan agama. Tidak pernah ada agama yang mengajarkan anarkis, apa lagi agama Islam yang sangat menjunjung dan mengedepankan kemaslahatan.


Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa cara pandang dan sikap moderat dalam beragama ini juga sangat penting bagi masyarakat plural dan multikultural seperti Indonesia. Karena hanya dengan cara itulah keragaman dapat disikapi dengan bijak, serta toleransi dan keadilan dapat terwujud.


“Kemajemukan ini merupakan sunnatullah yang tidak bisa kita hindari. Karena perbedaan itu Allah SWT Tuhan yang Maha Esa yang menciptakan. Potensi kemajemukan, pluralitas perbedaan ini, jika dikelola secara baik, maka akan menjadi sumber kekuatan dan sangat berharga,” jelasnya.


Namun sebaliknya, ia mengingatkan, jika disikapi secara tidak proporsional dan bahkan terus menonjolkan aspek perbedaan yang kemudian diikuti oleh sikap ego sektoral, maka akan berpotensi menimbulkan disharmoni kehidupan beragama dan disintegrasi umat dan bangsa.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan