Daerah

NU Sukoharjo Gelar Shalat Ghaib dan Doa Bersama untuk Gus Sholah

Selasa, 4 Februari 2020 | 15:30 WIB

NU Sukoharjo Gelar Shalat Ghaib dan Doa Bersama untuk Gus Sholah

Usai shalat ghaib, NU Sukoharjo, Jateng gelar pembacaan yasin dan tahlil (Foto: NU Online/Masri Zaini)

Sukoharjo, NU Online
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama PCNU Sukoharjo, Jawa Tengah meminta seluruh Nahdliyin Sukoharjo melaksanakan Shalat ghaib untul almaghurlah KH Salahudin Wahid atau Gus Sholah salah satu tokoh NU yang juga cucu Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari selaku pemangku Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur yang meninggal pada Ahad (2/2).

Ketua PCNU Sukoharjo KH Khomsun Nur Arif mewakili seluruh nahdliyin Sukoharjo ikut berbela sungkawa dan sekaligus mendoakan almarhum KH Salahudin Wahid. "Semoga beliau husnul khatimah," ungkapnya.
 
Disampaikan, shalat ghaib dilakukan di Masjid KH Hasyim Asy'ari, Gentan Bendosari, Sukoharjo, Senin (3/2) malam diikuti oleh ratusan jamaah dan dilanjutkan pembacaan surat Yasin dan tahlil.
 
"Hari ini kita warga NU kehilangan KH Salahudin Wahid atau Gus Sholah merupakan pribadi orang baik, tokoh agama yang patut diteladani. Gus Sholah merupakan tokoh besar dan ilmu beliau diambil Allah bukan karena bukunya hilang tapi ulama yang diambil oleh Allah SWT. Maka kita harus selalu mengenang kebaikan beliau atas jasa-jasa dan ilmunya," terangnya.
 
Ketua PCNU Sukoharjo berharap, warga NU harus bisa meneruskan semangat dan perjuangannya untuk kejayaan NU, bangsa, dan negara. Jangan sampai luntur nilai-nilai NU yang telah diperjuangkan sesepuh ulama NU sampai kapan dan di manapun.
 
"Kita menghadapi jaman yang banyak fitnah dengan tujuan untuk membubarkan NU, maka kita harus bersatu padu kuat dan menyatu untuk menguatkan satu sama lain. Semua harus taat pada kiai dan ulama apalagi taat dan manut pada kepengurusan NU di semua jenjang. Semua harus atas nama NU jangan atas nama lainnya," pintanya. 
 
Selain itu sambungnya, NU harus punya simbol-simbol yang harus ditamnpakkan, seperti masjid, gedung, sekolah, dan lembaga lembaga sosial lainnya. "Ya, semua harus ada identitas berwujud papan nama, sehingga nyambung ke semua lini dan lebih diterima masyarakat luas," ujarnya.
 
KH Slahudin Wahid meninggal pada Ahad (2/2) di Jakarta. Kemudian pada Senin (3/2) jenasahnya dibawa ke Pesantren Tebuireng, Jombang untuk dimakamkan di komplek pemakaman keluarga. 
 
Hadir di acara tersebut, Sekretaris PCNU, Ketua MWC NU Bendosari, dan Pengurus Ranting NU Gentan, serta ratusan jamaah. Acara diadakan secara sederhana di masjid yang dibangun oleh Ranting NU Gentan. 
 
Kontributor: Masri Zaini
Editor: Abdul Muiz