Daerah

Peran Fiqih di Era Digital menurut Kiai Ma’ruf Khozin

Sabtu, 5 Februari 2022 | 13:00 WIB

Peran Fiqih di Era Digital menurut Kiai Ma’ruf Khozin

Kiai Ma’ruf Khozin (tengah) saat mengisi seminar di Bangkalan. (Foto: NU Online/Sunnatullah)

Bangkalan, NU Online
Salah satu intelektual muda Nahdlatul Ulama asal Kota Malang, Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin menjelasan perihal pentingnya belajar ilmu fiqih di era digital seperti sekarang ini.


Hal tersebut tidak lain karena zaman yang terus berkembang sementara syariat Islam ajarannya selalu sesuai dengan perkembangan zaman (shalih fi kulli makan wa zaman).


Kiai Ma’ruf Khozin mengatakan, peradaban zaman sejak masa awal telah memberikan warna dan corak perubahan dalam setiap tahunnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa fiqih akan terus memiliki peradaban untuk menjawab persoalan-persoalan baru yang terjadi.


Ada dua mazhab yang penting untuk dijadikan pedoman menurut Kiai Ma’ruf Khozin pada zaman dahulu, yakni Mazhab Iraq dan Mazhab Hijaz. Dalam hal ini, Mazhab Hijaz sangat rasional dalam mengkontekstualisasikan fiqih untuk menjawab persoalan yang selalu berkembang.


“Mazhab Hijaz yang di antaranya Imam Ahmad bin Hanbal, merupakan mazhab rasional. Namun tidak pernah bertentangan dengan zaman,” kata Kiai Ma’ruf Khozin dalam seminar bertajuk Peran Fiqih di Era Digital yang digelar di Pesantren Assahliyyin Kokop, Bangkalan, Madura, Sabtu (5/2/2022).


Rasionalitas madzhab Hijaz di atas merupakan representasi murni, bahwa fiqih memiliki peran penting seiring berjalannya zaman. Hal itu sudah dibuktikan sejak zaman dahulu yang selalu berubah-ubah.


Menurut Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur itu, peran fiqih tidak lepas dari ijtihad para ulama zaman dahulu yang selalu berupaya untuk mengkontekstualisasikan fiqih sesuai perkembangan zaman dan upaya itu hingga kini tetap berjalan.


“Ijtihad ulama dulu tetap tembus hingga saat ini,” ujar Ketua Komisi Fatwa Majlis Ulama (MUI) Jawa Timur itu.


Ijtihad ulama pada zaman dahulu itu perlu terus dikembangkan oleh generasi sekarang, khususnya dalam fiqih kontemporer dengan cara terus memperbaharuinya menggunakan teori qiyas (analogi) dengan kejadian-kejadian yang sudah terjadi pada zaman dahulu.


“Kita perlu meng-update ilmu dengan melihat pada ulama-ulama NU,” ujar pria kelahiran Malang, 4 April 1980 tersebut.


Di akhir materinya, Kiai Ma’ruf memberi imbauan agar tidak terlalu tergesa-gesa untuk menjawab setiap persoalan yang baru terjadi, dan perlu dipikirkan dengan matang.


“Jangan tergesa-gesa untuk menjawab persoalan yang baru terjadi,” jelasnya.


Kemudian Kiai Ma’ruf Khozin mengutip hadits riwayat ad-Darimi dari Abdullah bin Ja’far, yang artinya “Orang yang paling dahulu berfatwa adalah orang yang paling dulu masuk neraka.” (HR Ad-Darimi).


Kontributor: Sunnatullah
Editor: Musthofa Asrori