Daerah

Sambut Era 4.0, Fatayat dan Pelajar NU Temanggung Didorong Kuasai Literasi Digital

Sabtu, 3 Agustus 2019 | 09:00 WIB

Sambut Era 4.0, Fatayat dan Pelajar NU Temanggung Didorong Kuasai Literasi Digital

Pelatihan siber media bagi fatayat dan pelajar NU Temanggung, Jateng

Temanggung, NU Online
Pimpinan Anak Cabang (PAC) Fatayat NU Kecamatan Gemawang, Temanggung, Jawa Tengah didorong menguasai literasi baru untuk menjawab tantangan di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. 
 
Hal itu mengemuka dalam Workshop Literasi dan Jurnalistik, di Aula Kantor Kecamatan Gemawang, Jumat (02/8) diikuti oleh 126 peserta dari kader Fatayat dan IPPNU Gemawang. Pada acara ini menghadirkan pengurus Bidang Diklat dan Litbang LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah, Hamidulloh Ibda sebagai pemateri utama.
 
Kegiatan yang diadakan dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang jurnalistik dan melek literasi media ini mengusung tema Menumbuhkan Generasi Qurani dan Mengembangkan Potensi Kader Muda NU dengan Progresif, Kreatif, Serta Meningkatkan Daya Berpikir Kritis Menuju Pemudi yang Bersinergi untuk Negeri
 
Dalam pemaparannya, Hamidulloh Ibda mengatakan bahwa aktivitas literasi adalah usaha untuk melek aksara melalui kegiatan membaca, menulis, dan menganalisa. Hanya saja, untuk bisa menjawab tantangan di era 4.0 saat ini masyarakat sudah semestinya juga bisa menguasai literasi baru mengenai data, teknologi, dan literasi manusia.
 
“Literasi selama ini masih sebatas kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, ini merupakan literasi lama. Padahal di era Revolusi Indhstri 4.0 dan Society 5.0, masyarakat harus menguasai literasi baru, yaitu literasi data, teknologi, dan literasi manusia,” kata Ibda, yang juga penulis buku Konsep dan Aplikasi Literasi Baru itu.
 
Pada kesempatan itu, Ibda juga memaparkan pentingnya keterlibatan Fatayat NU untuk mencerdaskan anak-anak dan generasi muda Indonesia agar tidak mudah terpapar hoaks, pornogradi, dan radikalisme di dunia siber.
 
“Keterlibatan Fatayat sebagai ibu, atau calon ibu dalam mengawal anak-anak sangat penting. Tradisi literasi harus dihidupkan lewat pembiasaan, keteladanan, dan pendampingan agar anak-anak tidak terkena virus informasi di medsos,” kata Dosen STAINU Temanggung itu.
 
Sebagai solusi lainnya, pria yang juga sebagai pengurus Bidang Literasi Media Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jawa Tengah ini menjelaskan pentingnya sanad dalam memahami ilmu agama. 
 
Menurut Ibda, sudah sewajarnya bagi para pembelajar atau santri dari kader NU untuk lebih mengutamakan belajar kepada kiai atau guru daripada hanya mengandalkan internet.
 
“Belajar dengan ulama, kiai, jelas ada sanad keilmuannya. Tapi ngaji dengan Google, tidak jelas sanadnya. Maka kiai dan ulama tetap rujukan utama dalam mendapatkan ilmu agama. Jika ingin pandai ilmu agama ya mondok di pesantren, belajar ilmu fiqih, nahwu, sharaf, balaghah, dan lainnya. Bukan otodidak belajar di internet,” kata alumnus Pesantren Mambaul Huda Kembang Pati ini.
 
“Kalau sekadar untuk mencari berita, atau data, lanjut Ibda, sah-sah saja tidak ada yang melarang. Tapi kalau menjadikan internet sebagai rujukan utama itu namanya ibarat mau makan mie instan saja tanpa makan yang lain. Jika belum makan nasi, ya nanti perut akan sakit karena internet itu sekunder bukan primer,” imbuh penulis buku Media Literasi Sekolah itu.
 
Usai pemaparan materi, peserta sebanyak 126 tersebut diajak untuk langsung praktik menulis berita dan langsung dikirim ke media massa. (Farid/Muiz)