Daerah

Sanggahan Jitu Banser soal Pekikan Takbir Bungkam Nalar Pelaku Persekusi

Rabu, 11 Desember 2019 | 03:00 WIB

Sanggahan Jitu Banser soal Pekikan Takbir Bungkam Nalar Pelaku Persekusi

Banser Depok sedang terlibat cekcok dalam tindakan persekusi yang menghambat perjalanannya di kawasan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Selasa, 10 Desember 2019.

Jakarta, NU Online
Video berdurasi 1.02 menit yang memuat percakapan pelaku persekusi dan dua anggota Banser sebagai korban beredar luas sesaat setelah kejadian, Selasa (10/12) sore. Percakapan pelaku yang memanas dan korban sempat tersendat ketika korban menjawab ajakan paksa pekikan takbir pelaku.

“Mony**, mana KTP lu? Gua mau lihat, lihat. Mana sini? Lu takbir dulu ama gua. Lu Islam bukan? Ya udah takbir. Buat apa lu? Kafir dong lu? Ntar dulu. Lu takbir dulu kalau Muslim. Orang Islam itu harus takbir,” kata pelaku yang memaksa korban untuk memekikkan takbir bersama sebagai identitas keislaman menurut keyakinan pelaku.

Korban yang dipinggirkan secara paksa dari perjalanannya menolak paksaan pekikan takbir pelaku. Korban menjawab bahwa identitas keislaman tidak ditunjukan melalui pekikan takbir di jalanan. Identitas keislaman seseorang, bagi korban, ditunjukkan bukan melalui pekikan takbir, tetapi melalui dua kalimat syahadat.

“Buat apa? Islam itu cukup mengucapkan dua kalimat syahadat,” jawab korban atas permintaan paksa pelaku untuk bertakbir bersama.

Pelaku tidak menduga akan menerima jawaban jitu penolakan korban atas paksaan pekikan takbir sebagai bentuk identitas keislaman. Pelaku sempat grogi. Ia kehabisan kata-kata. Nalar pelaku mengalami kebuntuan ketika dihadapkan dengan pernyataan korban bahwa identitas keislaman seseorang adalah dua kalimat syahadat, bukan takbir.

Pelaku sempat terbata-bata dengan alasan yang dibuat-buat. Karena panik dan kalap, pelaku naik pitam. Ia menghardik korban untuk tidak mengajarkannya soal agama Islam.

“Syahadat itu kalau buat yang dari…(pelaku mikir-penulis) bukan Islam. Lu nggak usah ngajarin gua lu! Lu nggak bisa pulang, enak aja lu! Ngapa lu! An**** lu!” hardik pelaku dalam video berdurasi 1.02 menit.

Sanggahan korban dalam video itu menarik perhatian banyak kalangan, tidak terkecuali Ketua PBNU Bidang Hukum H Robikin Emhas. Menurut H Robikin, sikap tenang dan sabar sahabat Eko Sutriyo dan Wildan patut dipuji. Keduanya dapat menahan diri dari pancingan provokasi berupa olokan, cacian, paksaan dan tindakan yang mengesankan diri paling tahu Islam.

"Perilaku merasa diri paling Islam, apalagi disertai akhlak tercela dengan mengolok, mencaci dan memaksa justru mencoreng wajah Islam dan menurunkan keluhuran ajaran Islam itu sendiri," kata Robikin kepada NU Online, Rabu (11/12) di Jakarta.

Apresiasi serupa datang dari Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Muhamad Taufik Damas. Apresiasi Kiai Taufik Damas terletak pada kestabilan mental korban sehingga tetap dapat membantah klaim pekikan takbir sebagai identitas keislaman.

“Salut ane sama Banser ini. Walau keliatan kesel, dia tetap sabar. Dia tetap bantah kedunguan preman satu ini. Rusak banget otaknya itu preman. Dari mana dia dapatkan ajaran bahwa orang Islam harus takbir di jalanan? Kalo gak takbir maka jadi kafir? Banser itu (beragama) Islam dan sudah pasti takbir setiap hari (shalat),” kata Kiai Taufik.

Tindakan persekusi terhadap Banser ini terjadi pada Selasa, 10 Desember 2019 di Jalan Ciputat Raya, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Korban belakangan diketahui berasal Satuan Koordinasi Rayon (Satkoryon) Banser pada salah satu kecamatan di Depok.

Video yang memuat tindakan persekusi ini menuai banyak tanggapan. Pihak GP Ansor dan Banser Jakarta Selatan melaporkan kejadian ini ke pihak Polres Metro Jakarta Selatan. “Kita melaporkan video tersebut kemarin sore sesaat setelah kejadian kepada Kapolres dan Kasat Intel Polres Metro Jakarta Selatan,” kata Ketua PC GP Ansor Jaksel Muhammad Anwar di Jakarta, Rabu (11/12) pagi.

Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih memburu pelaku.
 

Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Abdullah Alawi