Daerah

Seni Ukir Nahdliyin di Karduluk Sumenep yang Menembus Dunia

Rabu, 1 Juli 2020 | 01:00 WIB

Seni Ukir Nahdliyin di Karduluk Sumenep yang Menembus Dunia

Salah satu hasil ukiran warga Karduluk, Pragaan, Sumenep. (Foto: NU Online/Firdausi)

Sumenep, NU Online 

Keterampilan dan kreativitas Nahdliyin atau warga Nahdlatul Ulama di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur sebenarnya sangat mumpuni. Sebab dari hasil olah tangan mereka, sejumlah bentuk ukiran seni dihasilkan. 

 

Jika Raja Arya Wiraraja dikenal dengan desainer kerajaan Majapahit, Sumenep saat ini juga dikenal dengan seni ukir keris, sehingga menahbiskan sebagai kota keris. Dan yang juga menjadi ciri khas kota di ujung timur Pulau Madura tersebut adalah seni ukir kayu yang berlokasi di Desa Karduluk Kecamatan Pragaan. 

 

H Zainul Hasan selaku Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Karduluk menjelaskan bahwa kegiatan mengukir dan memahat sudah menjadi kebiasaan dan bagian dari budaya, seni, ekonomi dan sosial. Hal tersebut telah lama diwariskan nenek moyang hingga secara turun temurun dilanjutkan generasi muda saat ini.

 

"Jangan kaget jika berkunjung ke Karduluk. Karena hampir setiap rumah memiliki usaha ukir,” katanya, Selasa (30/6). Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Karduluk tersebut mengemukakan  bahwa aktivitas mengukir atau proses pembuatan mebel dapat dijumpai di rumah warga yang notabene Nahdliyin.

 

Dirinya menegaskan bahwa saat ini seni ukir Karduluk sudah bersaing di kancah nasional, hingga internasional. Bahkan bila dibandingkan dengan kawasan yang menonjol akan hasil serupa yakni Jepara, Jawa Tengah, dapat disejajarkan atau7 justru memiliki kelebihan. 


Berawal dari Layang-layang
Ditemui media ini, Ustadz Buna'i yang juga pengerajin menceritakan bagaimana asal mula kesenian ukir berkembang pesat. Demikian juga dari keahlian tersebut mampu menjadi penopang ekonomi warga dan menjadi penghasilan utama.

 

"Asal mula kesenian ini berkembang ketika warga Karduluk menemukan layang-layang yang jatuh. Entah punya siapa layang-layang ini. Usut demi usut, ternyata kepunyaannya salah seorang wali Sumenep saat itu," kisahnya. 

 

Pengurus Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Pragaan tersebut melanjutkan ceritanya bahwa pada layang-layang itu terdapat motif ukiran zaman dulu. Konon, motif ukiran tersebut dikagumi oleh masyarakat sekitar dan seperti terinspirasi dengan motif yang ada. 

 

"Demikian pula, nama Karduluk dinukil dari motif ukiran yang terdapat pada layang-layang misterius tersebut, yang saat itu disuruh ekkar atau direka-reka ma'le duluk," ungkapnya. 

 

Dijelaskannya bahwa hingga saat ini drinya bersama warga sekitar fokus sebagai pengrajin seni pahat kayu. Pesanan tidak hanya dari warga sekitar Sumenep, juga dari beragam kota. Model pesanan juga mulai merambah logo NU dan tulisan kaligrafi. 

 

"Tidak ada yang sulit bagi saya pribadi dan pengrajin lainnya. Karena saya sudah terbiasa setiap hari membuat pesanan para kiai yang nantinya akan dipajang di dinding kantor NU atau rumahnya," jelas dia. 

 

Lantaran telah menjadi kegiatan harian dan kerap menerima pesanan, untuk bisa mengerjakan bentuk tertentu tidak lagi membutuhkan pola atau pakem. Tangan kreatif mereka seakan memiliki mata khusus sehingga meliuk dengan sempurna untuk menyelesaikan pesanan sesuai harapan. 

 

Kendati demikian, agar bisa menjadi pemahat profesional, tentu harus diimbangi dengan latihan dan semangat pantang menyerah. Jadwal mengerjakan pahatan dan ukiran juga harus semakin dintensifkan lewat terus belajar dan memperhatikan hasil yang telah dibuat. Bahkan untuk membuat logo NU dan kaligrafi, misalnya harus mendapatkan bimbingan khusus. 

 

Kesadaran itu pula yang membuat para orang tua memberikan pembelajaran sejak dini kepada anak-anak Desa Karduluk. Hal tersebut tidak semata untuk keperluan mendapat materi, juga sebagai sarana agar budaya dan keahlian leluhur tetap terjaga.

 

"Saya tahu seni ukir karena sejak kelas V sekolah dasar sudah diajari oleh ayah. Jadi generasi muda di sini sudah sejak dini dikenalkan kesenian pahat," urainya. 

 

Perlu Keahlian Khusus
Untuk bisa mengerjakan ukir dengan motif umum seperti bungan dan pemandangan butuh latihan dan jam terbang. Namun terkait membuat atau mengerjakan pesanan berupa lambang NU dan kaligrafi, diperlukan keahlian khusus serta waktu yang tidak sebentar.

 

"Semua tergantung pada besar kecilnya pesanan. Untuk kaligrafi dan lambang NU ukuran besar, bisa diselesaikan selama 20 hingga 25 hari. Sedangkan untuk ukuran kecil, bisa saya rampungkan antara 7 sampai 10 hari," jelasnya. Mengenai harga, semua tergantung pada besar kecilnya pesanan dan tingkat kesulitan. Sekadar patokan, harganya mulai Rp250.000  hingga 3 juta rupiah, lanjutnya.

 

Bagaimana dengan alat penunjang untuk memahat dan ukir? Ternyata tidak terlalu sulit ditemui di pasaran. Bahkan para pengrajin dengan mudah memperoleh alat kerja di sejumlah pasar sekitar kawasan setempat. 

 

"Bahan dan peralatannya bisa saya beli di pasar-pasar tradisional dan toko-toko alat ukir lainnya. Biasanya yang sering kami beli tidak lepas dari alat pahat, melamen sending, cat-cat tertentu untuk memperoleh hasil yang baik dan diterima konsumen," ujarnya.

 

Ustadz Imam Ghazali mengungkapkan bahwa banyaknya para ahli ukir dan pahat di Desa Karduluk menjadi daya tarik orang luar desa yang ingin membangun usaha mebel secara mandiri. Sebagian ada orang yang awalnya menjadi pekerja, lalu menduplikat atau meniru karya ukir dengan menyamar menjadi konsumen dan sejenisnya.

 

Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Badan Ansor Anti Narkoba (Baanar) Pragaan yang juga sebagai pengrajin ini menegaskan bahwa hasil ukir di kawasan ini memiliki ciri khas. Hal tersebut juga sebagai pembeda dari pegiat dan sentra ukir lain di sejumlah kota di Tanah Air. Cita rasa Karduluk, tentu saja akan muncul sebagai pembeda dengan lainnya. 

 

Dan hingga kini, Karduluk adalah penyuplai pengrajin ukir dan ahli mebel di Madura dan sejumlah kota di Jawa Timur. Hal tersebut seakan menjadi ikon bahwa desa ini menjadi laboratorium dan rumah kaderisasi bagi lahirnya ahli ukir di sejumlah daerah.

 

"Memang saat ini seni ukir tidak hanya berpusat di Karduluk, di desa dan kecamatan lainnya juga ada. Tetapi pengrajinnya rata-rata dari warga Karduluk," tegasnya. 

 

Kiai Lukman Hamdi yang juga sebagai pengrajin menjelaskan bahwa kelebihan seni ukir Karduluk memiliki pahatan yang elok dipandang. Dan ciri khas ukir itulah yang dipertahankan hingga saat ini dan menjadi pembeda dengan sejumlah kawasan lain. 

 

Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPTNU) Pragaan tersebut menceritakan bahwa banyak orang luar Sumenep berusaha meniru dan menguasai teknik ukir yang ada, tetapi tidak bisa. Kalau pun mampu menjadi pemahat dan ahli ukir, namun hasilnya tidak sebaik dan sehalus sentuhan tangan warga Karduluk yang juga Nahdliyin. 

 

Di lain sisi, Ustadz Buna'i selaku pengrajin memberikan alasan mengapa orang lain tidak bisa meniru karya warga Karduluk. Salah satunya karena corak dan motif ukirannya sangat beragam dan memiliki tingkat kesulitan. Karena dijelaskannya bahwa hingga kini setidaknya ada 5 motif ukiran yang menjadi identitas pengrajin ukir kayu di daerah ini. Yaitu motif nyiur ondungan, Eropa, Itali; dimensi; dan Cheng Ho atau China. 

 

Dirinya menegaskan bahwasanya sudah puluhan tahun menjadi pengrajin. Sebagian besar konsumen masih fanatik dan hanya mau membeli mebel asli buatan warga Karduluk. Termasuk dengan menjamurnya penawaran lewat layanan online.

 

"Di pasar online sudah banyak dipasarkan oleh pengrajin lainnya. Tetapi yang laris hanya buatan Karduluk. Sebab kualitasnya memang terjamin dan ukirannya khas. Hal yang paling mencolok di permukaan adalah bisa dengan mudah dibedakan dengan hasil tangan orang luar Karduluk," tegasnya. 

 

Sebagai ikhtiar memasarkan produk di sejumlah kawasan, maka yang dilakukan Ustadz Buna'i bersama rekan juga menawarkan hasil kerja di beragam media sosial. Dari mulai layanan whatsapp, facebook, instagram, twitter, bahkan lewat jalur silaturahim antar sesama keluarga yang ada berbagai daerah. 

 

Dirinya juga membuka diri bila ada Nahdliyin yang menginginkan dan memesan logo NU, lemari, dan lainnya dengan bercorak ukiran Karduluk. Bagi yang berminat dapat menghubungi 085331263556.

 

Kontributor: Firdausi
Editor: Ibnu Nawawi