Daerah

Serapan Anggaran Minim, PMII Bojonegoro Kritisi Kinerja Bupati

Kamis, 7 November 2019 | 13:30 WIB

Serapan Anggaran Minim, PMII Bojonegoro Kritisi Kinerja Bupati

PMII Bojonegoro, Jawa Timur berdiskusi terkait kinerja bupati setempat. (Foto: NU Online/M. Yazid)

Bojonegoro, NU Online
Kinerja Bupati Bojonegoro, Anna Muawanah mendapat sorotan tajam Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Pasalnya aktivis pergerakan mahasiswa di Kota Ledre itu menilai serapan anggaran minim, hanya sekitar 31 persen sampai akhir Oktober 2019.
 
Berdasarkan data yang dikaji PC PMII Kabupaten Bojonegoro dari BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Pemkab Bojonegoro menyebutkan, sampai 25 Oktober 2019, APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Bojonegoro Rp 7.128.169.216.631.
 
Namun SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) hanya Rp 2.223.031.166.445 atau 31,19 persen. Sehingga sisa anggaran terhadap SP2D sebesar Rp 4.905.138.050.158 atau masih 68,81 persen.
 
"Serapan APBD per 25 Oktober baru 31,19 persen, kinerja Bupati kian jauh dari slogan produktif dan energik," kata ketua Cabang PMII Bojonegoro, M Nur Khayan, Rabu (6/11).
 
Menurutnya, kajian yang dilakukan pengurus itu setelah PMII Cabang Bojonegoro melakukan audiensi dengan beberapa OPD seperti Dinas Pertanian, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dan BPKAD Bojonegoro.
 
"Hasil audiensi yang bisa diambil dari PMII adalah terkait dengan Lambatnya penyerapan Anggaran yang dilakukan oleh beberapa OPD," terang Hayan.
 
Dicontohkan, salah satunya seperti program petani mandiri, pasca diluncurkan beberapa bulan lalu. Tetapi sampai hari ini belum ada sosialisasi atau realisasi, karena pihak Dinas Pertanian menunggu anggaran untuk menyelesaikan programnya.
 
"Bagaimana jika kita sudah melihat hasil serapan anggaran APBD tahun 2019 dari BPKAD Bojonegoro yang cuma terserap 31,19 persen," sesalnya.
 
Kemudian, lanjut Hayan, jika melihat perkembangan dari masing-masing OPD. Ia melihat kinerjanya tidak bisa maksimal atau bahkan ada kejanggalan yang seharusnya diselesaikan. Sehingga butuh peran sentral dari DPR dalam mengontrol kinerja yang lebih ideal.
 
Bupati Bojonegoro seharusnya punya kekuasaan lebih dalam memanfaatkan posisinya untuk mendorong produktifitas program-program terealisasi dengan maksimal. Agar tidak merugikan masyarakat pada umumnya. 
 
"Pada aspek apa kalau Bojonegoro itu produktif dan energik?. Kalau menyerap anggaran saja itu lambat, yang berimbas pada perputaran ekonomi rakyatnya," pungkasnya.
 
Kontributor: M. Yazid
Editor: Syamsul Arifin