Daerah

Toleransi sebagai Kata Kunci bagi Kebersamaan dan Kerukunan Bangsa

Selasa, 19 November 2019 | 02:00 WIB

Toleransi sebagai Kata Kunci bagi Kebersamaan dan Kerukunan Bangsa

Dialog toleransi lintas agama digelar komunitas Gusdurian Bondowoso. (Foto: NU Online/Ade Nurwahyudi)

Bondowoso, NU Online
Indonesia bisa bertahan dengan keragaman yang mengiringi lantaran penduduknya memegang prinsip toleransi. Lewat sikap itu, segala potensi yang akan mengarah kepada perpecahan dapat dihindari. Bahkan mampu menjadi kekuatan dalam mempersatukan bangsa. Sehingga, toleransi benar-benar menjadi kata kunci demi menjamin kelangsungan Indonesia.
 
Penegasan tersebut disampaikan H Amin Said Husni saat menjadi pembicara pada kegiatan ngobrol santai seputar toleransi, Senin (18/11).
 
Menurut mantan Bupati Bondowoso dua periode ini, banyak hal yang dapat dijadikan sebagai sarana bagi bangsa ini untuk tetap menjaga keragaman sebagai media pemersatu. Lewat kesadaran bersama, maka segala hal yang berpotensi bagi kerenggangan bahkan konflik dapat terhindarkan.
 
“Bumi yang luas ini terasa tidak akan lega lagi kalau kita hidup tidak saling tenggang rasa satu sama lain atau tidak memegang prinsip toleransi,” kata Ketua Ikatan Alumni (Ika) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur tersebut.
 
Di hadapan sejumlah tokoh agama dan pegiat toleransi, Amin Said memberikan gambaran bagaimana sejumlah negara khususnya di Timur Tengah setiap hari dilanda konfik. Akibat dari ketidakmampuan dalam menjaga keragaman, masyarakatnya tidak bisa lagi memikirkan mencari rejeki, termasuk mempersiapkan pendidikan dan mendidik anak-anak.
 
"Kita bersyukur bahwa pendiri bangsa ini bisa sedemikian rupa  merumuskan sendi-sendi kehidupan bersama yang kita sebut dengan Pancasila," ungkap Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bondowoso tersebut.
 
Karenanya, Amin Said memandang bahwa toleransi sebagai jimat yang mampu mempersatukan potensi bangsa. Dan dalam perjalanannya, ujian atas ancaman perpecahan dapat dilewati dengan mulus lantaran para pendiri bangsa mengedepankan kebersamaan, bukan sebaliknya. 
 
“Sekalipun harus kita akui bangsa ini sempat menghadapi masa-masa kritis yakni ketika dihadapkan kepada perdebatan Piagam Jakarta saat awal kemerdekaan,” ungkapnya. 
 
Oleh sebab itu, bangsa Indonesia harus bersyukur dan berterima kasih kepada KHM Hasyim Asy'ari dan sejumlah tokoh yang mempersatukan bangsa ini. Karenanya, tidak ada pilihan bagi generasi muda saat ini untuk memupuk sikap toleransi tersebut dan terus menggaungkannya secara bersama dengan menjaga kerukunan umat beragama.
 
Pada kesempatan yang sama, pendeta Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Bondowoso Kristiyanti turut merasakan bahwa sejumlah anak bangsa hingga di daerah berupaya menjaga kebersamaan tersebut dalam langkah yang nyata di keseharian. 
 
“Dan saat ini kami bersama Gusdurian Bondowoso dan yang lainnya sangat bersyukur dapat bersama-sama memperingati hari toleransi dengan berkunjung ke berbagai elemen bangsa secara nyaman,” katanya.
 
Acara ini terselenggara dalam rangka memperingati hari toleransi internasional atau International Day for Tolerance yang digelar Komunitas Gusdurian Bondowoso dan dipusatkan di gedung pertemuan GKWJ setempat.
 
Sejumlah tokoh lintas agama hadir sebagai pembicara antara lain H Amin Said Husni dari Islam, Hermawan dari Budha, pendeta Yusuf Low dari Kristen, Hindu diwakili Wayan, Romo Heru dari Katolik dan selaku moderator adalah Mohammad Hairul.
 
Turut hadir juga Kordinator Gusdurian Bondowoso Daris Wibisono Setiawan, penggerak Komunikasi Gusdurian (KGD) Bondowoso Mohammad Afifi, PMII Bondowoso dan undangan lainnya. 
 
 
Kontributor: Ade Nurwahyudi
Editor: Ibnu Nawawi