Jatim

Strategi Jihad di Era Digital

Senin, 26 September 2022 | 07:45 WIB

Strategi Jihad di Era Digital

Jihad di era digital adalah menciptakan perdamaian (Foto:NOJ/mediasmstoko)

Sebagai agama rahmatan lil alamin tentu Islam dituntut untuk senantiasa merespon perkembangan zaman dengan cepat. Kemampuan beradaptasi dengan zaman baru akan melanggengkan eksistensi Islam di tengah masyarakat yang dinamis. Sebaliknya, jika lemot dalam beradaptasi akan mengantarkan peradaban Islam menjadi puing sejarah.


Dalam diri umat Islam mempunyai kewajiban memperjuangkan agamanya dengan cara-cara yang sesuai dengan garis perjuangan Rasulullah SAW dan Al-Quran atau yang biasa disebut Jihad fi sabilillah.


Pada konteks sekarang jihad tidak boleh dilakukan secara tekstual yakni berperang melawan musuh Islam dengan senjata serba canggih, namun jihad di zaman digital ini harus diartikan dalam bentuk mewujudkan kedamaian di tengah masyarakat.


Pertanyaannya kemudian strategi apa saja yang harus dilakukan umat Islam untuk berjihad di era digital seperti sekarang ini?


1. Tidak menyebarkan berita bohong di media sosial. Dalam Al-Qur’an Surat An Nur ayat 9 disebutkan:


اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ


Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar berita perbuatan yang sangat keji itu (berita hoax) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An Nur: 19)


Dalam menyikapi adanya kabar hoaks, Allah SWT bahkan sudah menjelaskan dalam Al-Qur’an:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al Hujurat: 6)


Melalui ayat tersebut, Allah SWT jelas-jelas sudah mengingatkan kita agar selalu memeriksa sebuah informasi dengan teliti, mencari kebenaran dibalik suatu berita supaya terhindar dari hoaks. Oleh karena itu, ayat tersebut sangat diperlukan untuk diperhatikan mengingat jaman sekarang teknologi sudah semakin canggih.


2. Tidak menghina , menjelekkan,  dan menyebarkan aib (keburukan) orang lain di medsos
Tidak ada manusia yang sempurna dalam segala hal, setiap orang pasti mempunyai kekurangan. Boleh jadi ada yang cantik dalam rupa, namun ada kekurangan dalam gaya bicara, baik dalam segi penguasaan ilmu, tapi tidak mampu menguasai emosi dan mudah tersinggung, kuat di satu sisi, tapi lemah di sudut yang lain dan lain sebagainya.


Meskipun kita boleh mengukur akan sifat seseorang, kita tidak boleh mengungkapkan atau menjelekkan, bahkan mengejek sifat seseorang tersebut karena hal itu bisa menjadi sebuah ‘aib’ orang tersebut. Allah SWT berfirman:


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok  kaum yang lain, karena bisa jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-ngolok). Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (QS. Al Hujurat: 11)


Dalam sebuah hadis riwayat Tirmidzi juga disebutkan:


 وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ 


Artinya: Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. (HR. At Tirmidzi) 


Dari penjelasan di atas, masihkah kita akan mengumbar kejelekan orang lain?


3. Mengajak kebaikan di media sosial, yakni berdakwah tidak harus menunggu kita menjadi sempurna kebaikannya, sebisa mungkin mengajak orang lain untuk lebih banyak berbuat baik sekalipun kita belum bisa melakukan semua yang kita sampaikan. Allah SWT berfirman:


وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ


Artinya: Dan hendaklah ada diantara segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imron: 104)


Kesimpulannya, melakukan kebaikan dan mencegah keburukan harus terus kita lakukan tidak terbatas waktu, dan tempat. Selama masih ada manusia hidup, selama belum kiamat, peluang pahala dari apa yang kita lakukan selama hidup di dunia akan kita petik hingga akhirat nanti. Wallahu a’lam.