Lingkungan

Cegah Kebakaran Lanjutan dengan Berdayakan Masyarakat

Rabu, 9 Mei 2018 | 01:00 WIB

Pekanbaru, NU Online
Tahun 2015 menjadi petaka bagi Provinsi Riau. Tanah gambut yang sudah kering justru mengalirkan air mata bagi penduduknya. Bahkan hingga ke negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Ini yang juga membuat pedih Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Riau KH Hajar Hasan. Sebab, kedua negara tersebut menganggap tanah yang ada adalah miring.

"Kebakaran ini yang paling kita sedihkan adalah dianggap tidak enak oleh negara tetangga. Kebetulan ketika musim terbakar anginnya bersumber dari selatan," ujarnya saat ditemui NU Online di kantor PWNU Riau, Pekanbaru, Riau, Selasa (8/5).
Dengan muram, KH Hajar Hasan mengatakan tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Tetapi untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Takdir berkata lain.

Penyebabnya bukan semata pembakaran yang dilakukan oleh individu. Perusahaan, menurutnya, juga memberikan andil terhadap meluasnya titik api. Jangankan dibakar, kata Kiai Hajar, jika musim kemarau tiba, tak dibakar pun tanah gambut bisa terbakar sendiri. "Ini pohon bergesek. Datang api, terbakarlah dia," ceritanya.

Korbannya warga NU yang bertani dan berkebun. Lahan mereka terlalap oleh si jago merah. Bahkan merambat hingga ke hutan lindung. Jika sudah demikian, katanya, api sulit dipadamkan. "Saya tahu persis karena saya orang kepulauan. Kalau apinya itu sudah ada, itu berbulan-bulan belum mati. Hujan dua tiga kali belum mati. Nanti kena angin dateng lagi," ceritanya.

Hal ini bisa terjadi karena kedalaman tanah gambut di wilayah Riau yang membentang dari Rokan Hulu, Siak, Selat Panjang hingga ke Bengkalis mencapai tiga meter.

Penyebab lainnya karena kebakaran tersebut terjadi di tengah hutan. Ketiadaan laporan dan lambatnya penanganan menambah daftar panjang faktor meluasnya api hingga melalap kebun dan lahan milik warga.

Meskipun demikian, Kiai Hajar menyatakan bahwa tiga tahun terakhir kejadian tersebut sudah jarang. Hal ini, menurutnya, berkat pola baru yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan pembuatan parit.
Para petani secara individu juga melakukan penanganan cepat dengan adanya pompa air. Mereka juga, lanjut Kiai Hajar, membuat parit.

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim itu menyatakan NU secara organisasi belum berbuat banyak. Meskipun demikian, ia bertekad akan berperan aktif ke depannya dengan menggandeng beberapa instansi terkait.

"Kita sudah menjalin kerja sama dengan berbagai instansi artinya kita ikut berpartisipasi dengan Kehutanan," ujarnya. Agar langkahnya lebih cepat, kepengurusan NU 2017-2019 ini melibatkan pegawai Pemerintah Daerah, kepolisian, pertanian, hingga kehutanan.

Berdayakan Masyarakat
Kiai Hajar mengapresiasi langkah pemerintah yang sudah maju. Ia melihat penanganan tahun-tahun terakhir sudah lebih cepat tanggap. Oleh karena itu, pemerintah, sarannya, harus bekerja sama positif dengan masyarakat. "Berdayakanlah masyarakat-masyarakat itu untuk menjaga di lapangan. Karena tidak mungkin pemerintah nongkrong di lapangan itu," katanya.

Meskipun demikian, ia meminta kepada pemerintah agar tidak hanya memanfaatkan tenaga masyarakat, tetapi mereka juga perlu diberi penghargaan. "Tetapi jangan dipakai tenaganya. Berilah penghargaan mereka terhadap pekerja itu," tuturnya.

Lebih lanjut, kiai keturunan Banjar itu meminta agar pemerintah membentuk kelompok. Hal ini guna membantu mereka melakukan pemantauan di daerah. "Saya kira kalau kerja sama pemerintah, organisasi masyarakat, insyaallah kebakaran itu akan mudah diatasi," ujarnya.

Kiai Hajar juga meminta kepada masyarakat agar tidak membakar lahan. "Karena masyarakat ini membakar, tak sadar, (ber)kembang apinya," pesannya. Meskipun di lahan sendiri, dirimnya meminta pembakaran tidak dilakukan. Sebab, khawatir api akan merambat ke lahan milik orang lain.

Peran masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan, menurutnya, sangat penting. Jika melihat pembakaran ataupun kebakaran, ia meminta untuk segera melapor ke petugas. "Kalau ada pengusaha-pengusaha yang membakar, laporkan!" tegasnya.

Pemerintah, katanya, harus memperhitungkan peran masyarakat. Masyarakat juga harus berperan menjaga api dan melaporkan perusahaan yang membakar.

"Dengan demikian saya kira insyaallah persoalan kebakaran ini walaupun kita berada di tanah gambut bisa teratasi, diminimalkanlah kebakaran-kebakaran itu," pungkasnya. (Syakir NF/Ibnu Nawawi)