Lingkungan

Lestari, Perempuan Pejuang Antibakar Lahan dari Sebangau Jaya

Sabtu, 26 Mei 2018 | 04:53 WIB

Pulang Pisau, NU Online
Perempuan juga memegang peranan sangat penting dalam menjaga gambut dengan mengelolanya secara arif tanpa perlu membakar lahan. Salah satunya diperlihatkan oleh Kisruh Sekar Tran Lestari, Kepala Desa Sebangau Jaya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Lestari sadar betapa bahayanya membuka lahan dengan membakar. Cara ini memang lebih praktis dan murah, tapi akibatnya bisa fatal seperti kebakaran hebat pada 2015.

“Awal penanaman swadaya dan sekarang alhamdulilah ada bantuan dari Badan Restorasi Gambut pengembangan 7 hektare,” kata Lestari.

Tahun lalu BRG meninjau persawahan di Desa Pantik, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. BRG ingin melihat secara langsung kesiapan metode persawahan tanpa bakar di lahan gambut. Lestari mendapat undangan untuk mengikuti metode ini lalu rela menempuh perjalanan jauh dan akses jalan buruk demi mendapatkan pengetahuan ini.

“Saya mendapatkan info Pak Camat, BRG akan melihat praktek bersawah tanpa membakar lahan di Desa Pantik. Meski jauh dan jalanan buruk, kami ingin ikut kegiatan ini. Warga kami sudah tidak berani membakar untuk memulai tanam. Jadi ladang kami sudah banyak ditinggalkan. Sementara pangan kami mulai berkurang. Kami tidak tahu harus bertanya dan meminta tolong kepada siapa. Kami ingin mendapatkan pengetahuan ini,” kata Lestari.

Lestari bercerita pada awal mulanya para petani di desanya terbiasa bertanam dengan lebih dulu membakar. Pada 2015 terjadi kebakaran hebat sehingga muncullah peraturan dilarang membakar. “Di situ saya merasa miris melihat keadaan di desa sehingga pada waktu itu ada undangan ke Desa Pantik dan saya melihat prospek lahan tanpa bakar yang sangat banyak manfaatnya,” ujar ibu dari tiga putra itu.

Hatinya tergerak untuk menerapkan metode ini di desanya. “Saya pikir mungkin petani akan lebih maju dalam pertanian walaupun itu sangat sulit diterapkan di desa kami, namun itu tak membuat saya surut atau putus asa, dan pada akhirnya saya berusaha semampu saya agar mendapat panen yang baik,” kata perempuan yang berusia 37 tahun itu. Harapannya terwujud. Walau kemampuan cetak sawah melalui swadaya hanya satu hektare, sawahnya bisa menghasilkan beras 4 ton lebih.

“Harapan desa saya muncul dan pada akhirnya kami mendapat bantuan penanaman dari BRG dan Wetlands,” kata Lestari. “Walau tertatih-tatih kami terus berusaha untuk petani khususnya Sebangau Jaya.”

Lestari berharap ada pelebaran cetak sawah lagi dan ada investasi di desa-desa khususnya Sebangau Jaya. “Semoga desa saya lebih maju, syukur-syukur bisa menjadi desa penghasil beras terbesar walau saat ini cuma mimpi. Semoga ini menjadi nyata. Amin,” pungkas Lestari.

Usaha ini sepantasnya dicontoh dan dilestarikan demi menjaga gambut Indonesia dari kebakaran. (BRG/Mahbib)