Lingkungan

LPBINU Imbau Hindari Pembakaran untuk Buka Lahan

Selasa, 22 Mei 2018 | 20:00 WIB

LPBINU Imbau Hindari Pembakaran untuk Buka Lahan

Ilustrasi (© Reuters)

Jakarta, NU Online
Hutan Indonesia semakin sempit akibat kebakaran yang melahap jutaan hektar. Hal ini diperparah dengan penyebabnya yang diakibatkan oleh ulah manusia sendiri dengan dukungan iklim.

Melihat fakta demikian, Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ali Yusuf mengimbau kepada masyarakat agar menghindari cara pembakaran lahan untuk membuka lahan. Terlebih jika lahan tersebut gambut. Ia mengatakan bahwa lahan gambut sangat sulit dipadamkan.

“Apalagi lahan gambut. Akan sangat susah untuk dipadamkan,” ujarnya.

Pembakaran lahan kerap kali menjadi sebab utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini dilakukan oleh masyarakat secara masif sebagai langkah praktis mereka untuk dapat menanami lahan tersebut karena biayanya yang lebih murah ketimbang lainnya.

“Sebab utamanya pembakaran lahan untuk bisa ditanam kembali karena biayanya murah dibanding cara penyiapan lahan yang lain. Dan ini dilakukan secara masif bahkan oleh masyarakat,” katanya.

Dampak negatif yang diakibatkan dari karhutla, kata Ali Yusuf, tidak sebanding dengan hasil upah yang masyarakat peroleh dari aksinya.

Oleh karena itu, LPBI NU mengajak masyarakat agar dapat mencegah terjadinya karhutla, khususnya di lahan gambut. Sebab, lahan tersebut, katanya, manfaatnya cukup besar untuk ekosistem. “Mari kita jaga lahan terutama gambut karena ia memiliki manfaat yang sangat banyak untuk kelangsungan ekosistem kita,” katanya.

Pengalaman LPBI NU Tangani Dampak Karhutla

Puncak karhutla pernah terjadi pada tahun 2015. Pemerintah saat itu, menurutnya, lebih fokus pada penanganan kebakaran hutan dan lahan. Akibatnya, dampak kurang mendapat perhatian.

“Penanganan karhutla saat itu, Pemerintah terlalu fokus pada kejadian dan kurang memperhatikan dampak,” katanya.

Selain itu, upaya pencegahan pada tahun tersebut kurang dilakukan. Mungkin, ia menuturkan, sudah dilakukan, tetapi masyarakat belum terlibat di dalamnya.

“Mungkin sudah tapi masih parsial dan belum melibatkan banyak pihak terutama masyarakat,” kata pria asal Bojonegoro tersebut.

Oleh karena itu, LPBI NU bersama lembaga-lembaga sosial dan kemasyarakatan lain mengambil wilayah yang belum tergarap, yakni fokus pada penanganan dampak kejadian di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Bahkan LPBI, Ali Yusuf menjelaskan, menginisiasi "Pesantren Bebas Asap".

“Pemberian masker dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdampak asap akibat karhutla,” kisahnya menceritakan programnya. (Syakir NF/Mahbib)