Lingkungan

Salasiah, Pahlawan Keluarga Masa Kini dari Kalimantan Selatan

Selasa, 10 November 2020 | 14:00 WIB

Salasiah, Pahlawan Keluarga Masa Kini dari Kalimantan Selatan

Berkat keuletannya mengelola dan mengembangkan lahan gambut menjadi lahan pertanian produktif, Salasiah menjadi sosok yang dibanggakan keluarganya. (Foto: BRG)

Jakarta, NU Online
Untuk menjadi seorang pahlawan tidak harus menjadi prajurit atau pejabat terlebih dahulu. Semua orang berhak mendapatkan gelar 'pahlawan' berdasarkan peran masing-masing kapan saja mereka mau. Selain itu, aksi layaknya sebagai seorang pahlawan dapat dimulai dari lingkungan paling kecil yang ada di sekitar, bahkan dari keluarga. 

 

Hal inilah yang dilakukan Salasiah. Petani gambut berusia 40 tahun ini berhasil meningkatkan kesejahteraan hidup keluarganya dari aktivitas memelihara lahan gambut di Kampung dan Desa Pandak Daun Kecamatan Daha Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. 

 

Berkat keuletan mengelola dan mengembangkan lahan gambut menjadi lahan pertanian produktif, Salasiah menjadi sosok yang dibanggakan keluarganya. Bagi anak dan suaminya, Salasiah merupakan pahlawan keluarga masa kini yang memiliki peran besar terhadap kondisi ekonomi keluarganya.

 

Kepada NU Online, Selasa (10/11), Salasiah mengaku sudah hampir 30 tahun menjadi seorang petani gambut. Tanaman pangan yang dikembangkan antara lain padi, jagung, dan labu kuning. Bertani bagi Salasiah bukanlah suatu pekerjaan. Bertani menurutnya merupakan bagian dari prinsip hidup yang harus dipegang teguh sampai kapan pun.  

 

Sebagai makhluk hidup, kata dia, manusia sudah pasti memerlukan makanan. Namun, banyak di antara masyarkat yang mengolah tanaman pangan dengan cara-cara yang tak ramah lingkungan. Padahal, nenek moyang kita pun, ucap dia, tidak memperkenankan untuk merusak alam karena akan berdampak buruk kepada kelestarian alam termasuk kepada manusia di dalamnya. 

 

"Susah senang sudah saya alami. Kegiatan pertanian di lahan gambut memang memiliki tantangan yang berbeda. Di lahan gambut, ada dua musim, musim pertama di mana lahan gambut tergenang air secara penuh. Musim kedua, lahannya kering kerontang. Saat kering inilah, kita harus ekstra mengambil air ke sungai," kata Salasiah.

 

Perempuan yang lahir di Kalimantan 1980 ini menjelaskan, semua pekerjaan sudah pasti memiliki tantangan. Namun, bukan berarti tidak bisa diuraikan. Misalnya saja, saat dia mulai menanam padi di ladangnya. Seharusnya yang tumbuh besar itu padi, namun, terkadang rumput raksasa cenderung tumbuh duluan ketimbang padi. Bahkan, karena rumput itulah padi-padi yang ditanam tidak berkembang. 

 

"Di situlah kita harus ekstra bersihkan, kita babad," tutur dia. 

 

Lahan gambut yang diolah sebenarnya tidak terlalu susah. Artinya, tantangan yang kerap muncul tidak begitu merepotkan. Tinggal  bagaimana si petani itu mau atau tidak mengurusnya. Paling penting kata dia, jika ingin hasil yang melimpah maka harus memilih bibit yang berkualitas jangan asal-asalan. Tak lupa dia menyarankan agar para petani beralih ke pupuk organik, pupuk alami tanpa bahan kimia seperti yang terbuat dari eceng gondok. 

 

"Sekarang sejak hadirnya BRG, kami juga banyak dikasih tahu cara membuat pupuk alami untuk pertanian," beber dia. 

 

Selama menjadi seorang petani gambut, dia tidak pernah mendapatkan kesulitan berarti. Justru karena menjadi petani itulah dia bisa mendapatkan teman dan komunitas di luar desa yang menunjang perkembangan pertaniannya. Baru-baru ini, katanya, dia diundang ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan pengolahan makanan. Kegiatan yang diselenggarakan Badan Restorasi Gambut (BRG) RI itu digelar dalam rangka memberikan kesempatan para petani gambut mengembangkan keterampilan mengolah makanan yang tumbuh di lahan gambut. 

 

"Jadi saya kan mengembangkan jenis tanaman labu kuning. Saya dilatih cara mengolahnya gimana, biar laku di pasaran, dan biar benar-benara memberikan dampak  baik untuk keuangan keluarga," ucapnya. 

 

Istri Muhammad Sofyani ini berkeyakinan, tidak ada kegiatan yang tidak membuahkan hasil jika mau serius menggelutinya. Seperti yang dia rasakan saat ini, meski hidup sebagai seorang petani tetapi kebutuhan keluarga selalu terpenuhi bahkan lebih. 

 

"Alhamdulillah, dari semua kegiatan ini saya menyekolahkan anak dan ngurus tiga anak saya, dari mulai kecil sampai anak-anak saya besar sekarang," ujarnya. 

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan