Nasional

8 Hakim MK Bersiap Tangani Sengketa Pemilu 2024, Ini Rekam Jejaknya

Selasa, 20 Februari 2024 | 21:03 WIB

8 Hakim MK Bersiap Tangani Sengketa Pemilu 2024, Ini Rekam Jejaknya

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Pemilihan umum (Pemilu) 2024 sedang dalam masa rekapitulasi suara dari 15 Februari hingga 20 Maret 2024 mendatang. Sejalan dengan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) juga tengah bersiap menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024. MK memiliki 9 Hakim MK, tetapi pada putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) nomor 2/MKMK/L/11/2023 menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat.

 

Dengan demikian, Hakim MK yang mengadili PHPU hanya terdiri dari 8 hakim sah untuk menangani PHPU 2024. Sementara Anwar Usman tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam sengketa PHPU 2024 ini, apalagi hingga melakukan pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD serta pemilihan gubernur, bupati dan walikota.

 

Berikut adalah 8 Hakim MK Putuskan PHPU 2024

 

1. Suhartoyo

Suhartoyo resmi dilantik poda tanggal 9 November 2023 sebagai Ketua MK, menggantikan Anwar Usman yang telah dipecat sebelumnya. Suhartoyo terpilih melalui musyawarah mufakat para hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).


Suhartoyo memulai karier hukumnya sebagai Calon Hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung pada tahun 1986. Selanjutnya, ia menjabat sebagai Hakim di beberapa pengadilan di berbagai kota seperti Curup, Metro, Tangerang, dan Bekasi. Ia juga pernah menjadi Wakil Ketua dan Ketua di beberapa Pengadilan Negeri sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar pada tahun 2014. Pada tahun 2023, Suhartoyo kemudian dilantik sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, menandai puncak karier hukumnya.


2. Saldi Isra

Presiden Joko Widodo melantik Saldi Isra sebagai Hakim Konstitusi menggantikan Patrialis Akbar pada 11 April 2017, dan melansir situs resmi Universitas Andalas kini menjabat sebagai Wakil Ketua MK. Saldi Isra, yang lahir pada 20 Agustus 1968 di Paninggahan, Sumatera Barat, memiliki sejarah menarik terkait namanya. 


Selama 22 tahun, Saldi Isra telah berkontribusi di Universitas Andalas sambil menyelesaikan pendidikan pascasarjana. Dia berhasil meraih gelar Master of Public Administration dari Universitas Malaya, Malaysia pada tahun 2001. Pada tahun 2009, Saldi menyelesaikan program Doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dengan prestasi lulus Cum Laude. Tahun berikutnya, dia diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Andalas.


Karir Sadil nampak sangat tekut menjadi tenaga pengajar, Saldi aktif sebagai penulis di berbagai media dan jurnal, serta sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) di Universitas Andalas, yang menyoroti isu-isu ketatanegaraan. Saldi juga dikenal sebagai bagian dari gerakan antikorupsi di Indonesia, sehingga keinginannya untuk menjadi hakim konstitusi tercapai ketika berusia 48 tahun.


3. Arief Hidayat

Arief Hidayat diangkat sebagai hakim menurut mkri.id pada 1 April 2013 di Istana Negara oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian, dia resmi menjabat sebagai Ketua MK RI mulai tanggal 14 Januari 2015. Arief Hidayat yang lahir pada 3 Februari 1956, adalah seorang ahli hukum Indonesia yang terpilih sebagai Ketua MK periode 2015-2017, menggantikan Hamdan Zoelva yang masa jabatannya telah berakhir. 

 

Selain menjadi guru besar di Fakultas Hukum Undip, Arief memiliki keahlian di bidang hukum tata negara, hukum dan politik, hukum dan perundang-undangan, serta hukum lingkungan dan hukum perikanan.


4. Enny Nurbaningsih

Enny Nurbaningsih merupakan seorang Hakim MK yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 13 Agustus 2018. Sebelum menjabat sebagai hakim konstitusi, Enny menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan juga aktif sebagai akademisi di Universitas Gadjah Mada.


Tak hanya menjadi seorang pengajar, Enny pun terlibat aktif dalam organisasi yang terkait dengan ilmu hukum yang digelutinya, yaitu ilmu hukum tata negara. Sebut saja, Parliament Watch yang ia bentuk bersama-sama dengan Ketua MK periode 2008 – 2013 Mahfud MD pada 1998 silam. Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator. “Pada masa reformasi itu, melalui diskusi-diskusi, kala itu kami merasa dibutuhkan organisasi yang berfungsi sebagai watch dog parlemen,” kisah Guru Besar Ilmu Hukum UGM tersebut.


5. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh

Daniel Yusmic Pancastaki Foekh adalah seorang Hakim Mahkamah Konstitusi yang dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 Januari 2020. Daniel merupakan putra pertama dari Nusa Tenggara Timur yang memegang jabatan sebagai hakim MK. Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Kupang, Daniel mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (Sipenmaru) pada tahun 1985. Ia memilih Fakultas Hukum Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang sebagai pilihan pertama dan Fakultas Hukum Udayana Bali sebagai pilihan kedua.


Sebelum diangkat menjadi Hakim Konstitusi, Daniel telah memiliki pengalaman sebagai dosen, baik sebagai dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia maupun sebagai dosen tetap di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, dengan jabatan fungsional sebagai Asisten Ahli. Selama menjadi dosen di Unika Atma Jaya, dia juga pernah menjabat sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum.


6. Guntur Hamzah

M. Guntur Hamzah adalah hakim MK yang diangkat oleh Presiden Joko Widodo pada 23 November 2022.  lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 8 Januari 1965. Ia meraih gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, pada tahun 1988, kemudian gelar magister hukum dari Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung, tahun 1995, dan gelar doktor hukum dari Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, tahun 2002 dengan predikat cum laude. 


Sejak Februari 2006, ia menjabat sebagai Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, dengan pangkat Pembina Utama dan golongan IV/e. Guntur Hamzah memiliki pengalaman dalam berbagai kegiatan akademik di luar lingkungan Universitas Hasanuddin, termasuk sebagai Legislative Drafter pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) tahun 2003 dan Tenaga Ahli pada Direktorat Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI tahun 2011 hingga 2012.


7. Ridwan Mansyur

Ridwan Mansyur resmi mejadi Hakim MK sejak 8 Desember 2023 oleh Presiden Joko Widodo, karir Ridwan sebagai hakim dimulai pada tahun 1986 sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bekasi. Ia kemudian menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Muara Enim pada tahun 1989, dan pindah ke Pengadilan Negeri Arga Makmur Bengkulu Utara pada tahun 1992. Pada tahun 1998, ia menjadi hakim di Pengadilan Negeri Cibinong. Setelah mengikuti short course di UTS Sidney mengenai Intellectual property rights (IPR), ia kembali mendapat mutasi menjadi hakim di Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial Jakarta Pusat hingga pertengahan tahun 2006.


Sebagai hakim, Ridwan memiliki cara persidangan yang unik, khususnya di Pengadilan Negeri Cibinong, di mana ia menjadi satu-satunya hakim yang mengizinkan saksi didampingi, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi saksi, terutama anak-anak dan perempuan, sehingga mereka dapat memberikan keterangan dengan jelas tanpa rasa takut. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada penjatuhan hukuman, tetapi juga mengutamakan mediasi untuk menghilangkan dampak traumatik bagi korban anak-anak dan perempuan. Terobosan ini kemudian menjadi bagian dari pengaturan persidangan yang diatur dalam undang-undang.


8. Arsul Sani

Arsul Sani dilantik sebagai hakim MK pada 18 Januari 2024 setelah mengucapkan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, dihadapan Presiden Joko Widodo. Ia dipilih dan diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk menggantikan Wahiduddin Adam yang telah memasuki masa purna tugas karena mencapai usia 70 tahun. 


Awal kariernya di bidang hukum dimulai sebagai asisten pembela umum sukarela di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada tahun 1986-1988. Selanjutnya, ia menempuh graduate diploma on Advance Comparative Law – the Common Law di University of Technology Sydney (UTS) sambil bekerja sebagai visiting lawyer di Dunhil, Madden, Butler, sebuah firma hukum besar di Sydney, Australia, pada 1993-1994.


Sebelum terpilih sebagai anggota DPR RI dalam Pemilu 2014, Arsul Sani berprofesi sebagai praktisi hukum korporasi, arbiter, dan eksekutif di sebuah perusahaan PMA multinasional. Pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid, Arsul menjadi anggota tim pengacara Pemerintah RI di bawah Dr. Adnan Buyung Nasution, SH, dalam menangani sejumlah gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah RI di Jakarta, Washington D.C., dan Den Haag yang berkaitan dengan penghentian beberapa proyek listrik swasta.