Nasional

Akademisi: Secara Teologis, Bahasa Arab Bukan Bahasa Orang Arab

Senin, 24 Agustus 2020 | 04:45 WIB

Akademisi: Secara Teologis, Bahasa Arab Bukan Bahasa Orang Arab

Untuk lebih menguatkan bahasa Arab di Indonesia, ia mengingatkan para santri dan alumni lembaga pendidikan dari Timur Tengah untuk lebih meningkatkan proporsi dalam penggunaan bahasa Arab.

Jakarta, NU Online

Bahasa Arab memiliki banyak keistimewaan. Keistimewaan yang sangat menonjol menurut Akademisi UIN Sunan Ampel Surabaya Nasaruddin yaitu bahasa Arab merupakan bahasa yang menjadi media firman Allah SWT. Menurutnya tidak ada bahasa lain di dunia yang memiliki posisi spesial seperti bahasa Arab.


“Bahasa Arab merupakan bahasa lisan para utusan Allah SWT, bahasa para ulama kita, bahasa syiar agama kita, dan pembawa panji-panji peradaban,” jelas Nasaruddin mendefinisikan posisi bahasa Arab dari sudut pandang ideologi, budaya, komunikasi, sejarah, dan peradaban saat Webinar bertema Menguatkan Peran Bahasa Arab untuk Memperkokoh Solidaritas Agama dan Kemanusiaan, Ahad (23/8).


Dosen Bahasa Arab UIN Sunan Ampel itu menguraikan, dalam Al-Qur’an bahasa Arab tidak menggunakan istilah lughah namun menggunakan istilah lisanul Arabi. Lughah sendiri menurutnya adalah bahasa kaum tertentu sehingga hal ini memiliki arti bahwa bahasa Arab adalah bahasa universal atau Rahmatan lil ‘Alamin.


“Secara teologis, bahasa Arab itu bukan bahasanya orang Arab namun bahasa Al-Qur’an. Dan karena Al-Qur’an itu adalah Rahmatan lil 'Alamin maka bahasa Arab tidak boleh diklaim sebagai sebuah bahasa sebuah kaum,” tegasnya dalam paparan materinya berjudul Penguatan Bahasa Arab dalam Aspek Komunikasi, Medsos, dan Budaya.


Untuk lebih menguatkan bahasa Arab di Indonesia, ia mengingatkan para santri dan alumni lembaga pendidikan dari Timur Tengah untuk lebih meningkatkan proporsi dalam penggunaan bahasa Arab. Faktanya pembelajar bahasa Arab di Indonesia masih banyak yang belajar bahasa Arab dari aspek gramatikanya seperti nahwu dan sharaf.


“Jarang sekali orang berbicara bahasa Arab dan menulis bahasa Arab (di Indonesia),” ungkapnya pada Webinar yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Sudan ini.


Hal ini berdasarkan pengalamannya sebagai editor jurnal kampus UIN Sunan Ampel bahwa penulis bahasa Arab sangat jarang sekali, bahkan sampai ditunggu alias tidak antre. Berbeda dengan penulis yang menggunakan bahasa Inggris yang antrenya bisa mencapai dua tahun.


Dalam pengunaan bahasa Arab pun sebaiknya menggunakan kaidah bahasa yang benar seperti dalam Al-Qur’an. Karena dalam praktik kehidupan sehari-hari, akibat perbedaan budaya dan perkembangan zaman, banyak orang Timur Tengah yang menggunakan bahasa Arab ‘pasaran’ (Suuq).


Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Fathoni Ahmad