Nasional

AMSI Gelar Jakarta Digital Conference 2024 Bahas RUU Penyiaran: Langkah Mundur Ekosistem Siber di Indonesia

Kam, 4 Juli 2024 | 21:00 WIB

AMSI Gelar Jakarta Digital Conference 2024 Bahas RUU Penyiaran: Langkah Mundur Ekosistem Siber di Indonesia

Diskusi dalam Jakarta Digital Conference 2024 yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Hotel AONE, Jakarta Pusat, pada Kamis (4/7/2024). (Foto: NU Online/Indiraphasa)

Jakarta, NU Online

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyelenggarakan Jakarta Digital Conference 2024 di Hotel AONE, Jakarta Pusat, pada Kamis (4/7/2024). Acara ini menghadirkan empat narasumber dan berfokus pada pembahasan RUU Penyiaran: Langkah Mundur Dalam Ekosistem Siber di Indonesia. 


Para pembicara dalam diskusi ini adalah Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana, Koordinator Kelembagaan KPI I Made Sunarsa, Chief Content Officer Wenseslaus Manggut, dan Direktur Eksekutif Remotivi Yoviantra Arief.


Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana menjelaskan sejumlah masalah utama dalam RUU Penyiaran yang terkait dengan kewenangan pers. Di antaranya pemberian kewenangan penyelesaian sengketa kasus pers kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sebagaimana diatur dalam Pasal 8a dan Pasal 42.


Ia juga menegaskan bahwa RUU ini berusaha mengatur proses pembuatan dan penyajian produk jurnalistik, yang seharusnya menjadi kewenangan Dewan Pers sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


"Tidak memahami bahwa pers kita adalah rezim etika. Dewan Pers berperan sebagai penegak etika pers, lembaga swaregulasi di bidang pers, bukan pemberangus pers," papar Yadi.


Ia juga menyoroti bahwa KPI, sebagai regulator yang dibentuk DPR, memiliki tanggung jawab politik kepada DPR dan tidak menggunakan instrumen etika seperti Dewan Pers.


Yadi meragukan semangat Revisi UU Penyiaran, karena dinilai membatasi kerja jurnalistik dan kebebasan berekspresi. Ia juga mempertanyakan perlindungan terhadap media penyiaran konvensional yang tergerus oleh media digital atau sosial, serta alasan platform Google, Facebook, Tiktok, dan Youtube tidak diatur lebih ketat.


Sementara itu, Chief Content Officer Kapan Lagi Youniverse Wenseslaus Manggut menegaskan bahwa RUU Penyiaran seharusnya kembali kepada filosofi revisinya, yaitu menciptakan level of playing field yang sama antara televisi, platform, dan publisher.


"Level of playing field yang sama adalah apakah regulasi yang general itu berlaku untuk semua? Apakah regulasi periklanan itu mengikat publisher, teman-teman televisi, juga mengikat teman-teman platform?" ujar Wens.