Muhamad Abror
Penulis
Jakarta, NU Online
Seringkali ditemukan keyakinan di masyarakat tentang hari-hari sial untuk melakukan sesuatu. Salah satunya adalah adanya keyakinan di masyarakat Arab dulu bahwa bulan Syawal adalah hari sial untuk melakukan pernikahan.
Melansir NU Online dalam tulisan berjudul Hukum Syawal Bulan Kawin dan Bulan Pantangan Kawin, keyakinan yang berlaku di masyarakat Arab tersebut sebenarnya tidak memiliki dasar bahkan merupakan warisan dari masyarakat jahiliyah.
Rasulullah saw sendiri menikahi Siti Aisyah pada bulan Syawal dan kemudian dijadikan sebagai dasar anjuran menikah di bulan Syawal. Hal ini sekaligus menepis keyakinan dari warisan jahiliyah tersebut.
Dalam satu hadits dijelaskan:
عن عَائِشَة رَضِيَ اللَّه عَنْهَا قَالَتْ: تَزَوَّجَنِي رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّال، وَبَنَى بِي فِي شَوَّال، فَأَيّ نِسَاء رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْده مِنِّي؟ قَالَ: وَكَانَتْ عَائِشَة تَسْتَحِبّ أَنْ تُدْخِل نِسَاءَهَا فِي شَوَّال.
Artinya, “Dari Sayyidah ‘Aisyah radliyallâhu ‘anha berkata, ‘Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan mulai mencampuriku juga di bulan Syawal, maka istri beliau manakah yang kiranya lebih mendapat perhatian besar disisinya daripada aku?’ Salah seorang perawi berkata, ‘Dan Aisyah merasa senang jika para wanita menikah di bulan Syawal.’” (HR. Muslim dan at-Tirmidzi).
Berangkat dari hadits di atas, Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits tersebut menjadi dasar anjuran menikah dan melakukan hubungan suami-istri di bulan Syawal. Hadits ini juga sebagai bantahan atas keyakinan orang awam bangsa Arab saat itu yang bersumber dari tradisi jahiliah terkait kemakruhan menikah di bulan Syawal.
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim (5/179) memaparkan:
فِيهِ اسْتِحْبَاب التَّزْوِيج وَالتَّزَوُّج وَالدُّخُول فِي شَوَّال، وَقَدْ نَصَّ أَصْحَابنَا عَلَى اسْتِحْبَابه، وَاسْتَدَلُّوا بِهَذَا الْحَدِيث، وَقَصَدَتْ عَائِشَة بِهَذَا الْكَلَام رَدّ مَا كَانَتْ الْجَاهِلِيَّة عَلَيْهِ، وَمَا يَتَخَيَّلهُ بَعْض الْعَوَامّ الْيَوْم مِنْ كَرَاهَة التَّزَوُّج وَالتَّزْوِيج وَالدُّخُول فِي شَوَّال، وَهَذَا بَاطِل لَا أَصْل لَهُ، وَهُوَ مِنْ آثَار الْجَاهِلِيَّة.
Artinya: “Hadits tersebut mengandung anjuran untuk menikah, menikahi, dan berhubungan suami-istri pada bulan Syawal. Para ulama syafi’iyah menjadikan hadits ini sebagai dalil terkait anjuran tersebut.”
“Siti Aisyah bermaksud dengan ucapannya ini sebagai penolakan terhadap keyakinan yang berlaku sejak zaman jahiliah dan anggapan tak berdasar sebagian orang awam tetang kemakruhan menikah dan melakukan hubungan suami-istri di bulan Syawal. Ini merupakan keyakinan yang tidak benar dan tidak berdasar karena warisan jahiliyah.”
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua