Nasional

Bolehkah Rayakan Nuzulul Qur'an Selain 17 Ramadhan? Ini Kata Gus Baha

Jumat, 7 April 2023 | 15:30 WIB

Bolehkah Rayakan Nuzulul Qur'an Selain 17 Ramadhan? Ini Kata Gus Baha

Rais Syuriyah PBNU, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (Foto: tangkapan layar Youtube Najwa Shihab)

 Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Bahauddin Nursalim menjelaskan bahwa peringatan Nuzulul Qur'an tidak hanya boleh dilakukan pada malam 17 Ramadhan saja. Namun, boleh dilakukan di hari lain dalam bulan Ramadhan. Malam Nuzulul Qur'an adalah malam mulia dari seribu bulan karena alam Nuzulul Qur'an juga dikaitkan dengan Lailatul Qadar.


"Kalau tradisi pesantren, sebuah tradisi yang mengilhami banyak tradisi di masyarakat, pada malam 17 Ramadhan mulai banyak yang mengadakan Nuzul Qur'an, ada juga yang malam 21, 23, 25 dan 27 Ramadhan," jelasnya seperti dikutip dari akun Youtube Najwa Shihab, Jumat (7/4/2023).


Menurut Gus Baha, mayoritas ulama sepakat bahwa Al-Qur'an pertama kali diturunkan pada malam Lailatul Qadar. Hal ini berdasarkan firman Allah:


 اِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3)  


 Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada 1000 bulan.” (QS Al-Qadr: 1-3).


Namun, pakar tafsir berbeda pendapat tentang permulaan turunnya Al-Qur'an, ada yang mengatakan Al-Qur'an turun mulai 17 Ramadhan dan ada yang mengatakan mulai 24 Ramadhan.


"Ada yang terlalu ekstrem mengatakan bahwa Lailatul Qadar itu tidak ada lagi. Karena Lailatul Qadar itu malam turunnya Al-Qur'an dan sekarang Al-Qur'an tidak turun lagi. Malah ngeri seperti itu, kacau," tegas Gus Baha.


Gus Baha lebih memilih pendapat ulama Nusantara yang tetap merayakan malam Nuzulul Qur'an dan berkeyakinan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada malam Lailatul Qadar.


Namun, untuk waktu tertentu kapan merayakannya dikembalikan ke keyakinan masing-masing. Bahkan jika memulai merayakan malam Nuzulul Qur'an dari awal Ramadhan dengan cara mencari Lailatul Qadar sejak awal Ramadhan juga boleh. 


Teks tentang Lailatul Qadar disampaikan Nabi lewat hadis sahih dan nabi benar-benar mengatakan bahwa carilah malam lailatul qadar di malam akhir Ramadhan. Yang namanya mencari, itu harus ada persiapan. Tidak ada persiapan lalu merasa mencari malam Lailatul Qadar. Ini namanya penunggu malam Lailatul Qadar, bukan pencari, kata Gus Baha.


"Bagi yang meyakini malam Lailatul Qadar di malam 20 Ramadhan ke atas, maka persiapannya bisa sejak awal Ramadhan atau sejak bulan Rajab," ucap kiai asal Rembang ini. 


Menurut Gus Baha, istilah Nuzul Qur'an itu ada beberapa redaksi kata. Aslinya boleh menggunakan redaksi malam tanzilul Qur'an atau Nuzulul Qur'an. Sehingga sama saja, malam Tanzil Qur'an sebagai malam Nuzulul Qur'an. Keduanya sah untuk menyebut malam yang istimewa dalam bulan Ramadhan ini.


Mufasir berpendapat bahwa anzala itu turun dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia, kalau tanzil itu turun dari langit dunia ke Nabi Muhammad secara bertahap. Namun, yang pas itu malam tanzilul Qur'an atau malam inzalul Qur'an. Ulama memilih Nuzulul Qur'an agar masyarakat tidak salah paham. Karena redaksi inzal umumnya berkaitan dengan mandi junub.


"Kiai itu pintar, meskipun Lailatul Qadar hanya ada sehari, tapi kebaikan tidak boleh terbatas pada hari tertentu saja. Sehingga malam Lailatul Qadar bukan hanya malam 27 Ramadhan," jelas Gus Baha.


Kontributor: Syarif Abdurrahman

Editor: Fathoni Ahmad