Nasional

BPJS Kesehatan Batal Naik, Bagaimana Menutup Potensi Kerugian?

Selasa, 10 Maret 2020 | 06:00 WIB

BPJS Kesehatan Batal Naik, Bagaimana Menutup Potensi Kerugian?

BPJS Kesehatan. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online
Mahkamah Agung membatalkan iuran BPJS Kesehatan karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
 
Peraturan Presiden nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan secara otomatis tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Merespon informasi tersebut, Pengurus Asosiasi Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (ARSINU) dr Muhammad Makky Zamzami menuturkan, harus ada jalan tengah agar persoalan itu segera menemui kebijakan tepat untuk masyarakat.

Menurut dokter yang juga pengurus di Lembaga Kesehatan NU ini, pemerintah juga perlu mencari cara agar ribuan Rumah Sakit di Indonesia tidak merugi akibat pembatalan regulasi oleh Mahkamah Agung tersebut.

“Pada prinspipnya harus ada jalan tengah ketika dibatalkan oleh MA, karena yang nampak nyata akan ada kerugian sebesar Rp13 triliun,” kata dr Makky dihubungi NU Online di Jakarta, Selasa (10/3).

Ia menjelaskan, permasalahan yang perlu dikaji ulang antara DPR dan Kemenkes hanya masalah kenaikan pada kelas tiga. Sementara kelas 1 dan dua dianggap masuk akal sekali pun dinaikan iurannya.

Karena itu, keputusan pembatalan kenaikan oleh MA tetap bukanlah solusi bagi masyarakat Indonesia. Sebab dampak yang akan diterima secara langsung misalnya pelayanan akan ada pembatasan mengingat tidak ada subsidi pemerintah yang masuk ke RS.

“Sebetulnya tidak ada win-win solution, tidak ada jalan tengah yang diharapkan. Artinya BPJS akan rugi tinggi. Harapan masyarakat yang menginginkan BPJS meningkatkan pelayanannya tidak didapatkan,” ucapnya.

Ia menegaskan, pemerintah perlu menyambut keputusan MA ini dengan menyelamatkan Rumah Sakit yang tertunda pembayarannya. Kepada pihak BPJS, diminta untuk memiliki strategi aplikatif agar ribuan rumah sakit tidak merugi.

“Harus segera disambut resiko kerugian pakai dana dari mana. BPJS harus mempunya strategi aplikatif sekali untuk menyelamatkan rumah sakit yang tertunda pembayarannya,” tuturnya.

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Fathoni Ahmad