Nasional

Bukan untuk Dihormati, Pentingnya Landasan Ikhlas dalam Berpuasa

Jumat, 9 April 2021 | 09:15 WIB

Bukan untuk Dihormati, Pentingnya Landasan Ikhlas dalam Berpuasa

Galawicara Artis Bertanya Kiai Menjawab di TV NU pada Kamis (8/4). (Foto: Tangkapan layar TV NU)

Jakarta, NU Online

Artis sekaligus presenter Shahnaz Natashya Haque mendiskusikan fenomena yang kerap kali terjadi pada setiap Ramadhan tiba, yakni soal penghormatan kepada orang yang sedang berpuasa.


Ia mengatakan, jangan sampai Ramadhan lewat begitu saja, tanpa ilmu. Karena itu, ia dengan senang hati berguru kepada Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta KH Taufik Damas.


“Kita mesti berguru pada kiai. Jangan sampai Ramadhan lewat nggak pakai ilmu. Jangan sampai kita pengen dihormati karena berpuasa. Sweeping di mana-mana. Semua warung harus tutup,” kata Shahnaz dalam tayangan galawicara Artis Bertanya Kiai Menjawab di TV NU, pada Kamis (8/4) malam.


Sebenarnya, kata Shahnaz, hal tersebut merupakan fenomena yang setiap saat terjadi pada bulan Ramadhan. Ia kemudian meminta penjelasan kepada Kiai Taufik Damas bahwa orang berpuasa tidak boleh minta dihargai, terlebih menutup rezeki orang lain dengan memaksa warung untuk tutup.


“Sebenarnya itu fenomena yang setiap saat terjadi bahwa orang itu mesti dihargai dan dihormati. Buka (penjelasan) deh kiai bahwa kita tidak boleh lah minta-minta dihargai, tutup rezeki orang itu nggak baik kan pak kiai?” tanya Shahnaz, kepada Kiai Taufik Damas.  


“Soalnya kalau dilihat masalahnya dari tahun ke tahun, itu lagi itu lagi. Jadi hari ini kayaknya Pak Kiai benar-benar kasih garis yang jelas antara toleransi itu bagaimana. Karena yang kejam sesama muslim sudah seperti asisten Tuhan. Silakan pak kiai,” katanya.


Menanggapi itu, Kiai Taufik menjelaskan bahwa modal utama dari beribadah kepada Allah adalah ikhlas. Beribadah dengan ikhlas, bukan hanya akan mendapatkan pahala tetapi juga memberikan dampak positif bagi diri sendiri, secara spiritual.


“Itu modal utamanya adalah ikhlas. Apalagi puasa itu, jelas di dalam Sabda Nabi, man shaama ramadhana, iimanan wa ihtisaban ghafiralahu maa taqaddama min dzanbih (barangsiapa menjalankan ibadah puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni segala dosa yang telah lalu),” jelas Kiai Taufik. 


Berpuasa itu harus dilandasi iman. Artinya, benar-benar meyakini bahwa puasa adalah perintah Allah, bukan perintah siapa pun. Dengan demikian, melaksanakan puasa pun hanya untuk dan karena Allah, bukan untuk orang lain.


“Logikanya, dihormati atau tidak dihormati orang lain, ya nggak ada urusannya karena saya berpuasa hanya untuk Allah. Maka tidak cukup hanya dengan iman. Tetapi juga ada ihtisaban, asal katanya adalah hasiba yaitu orang bertransaksi atau hitung-hitungan. Hitung-hitungannya hanya dengan Allah,” terang Kiai Taufik.


Jika demikian, orang-orang yang berpuasa dengan penuh ikhlas hanya karena Allah maka tidak pernah meminta agar orang lain menghormati. Terlebih, ia tidak akan emosi hanya karena melihat ada orang yang tidak berpuasa di hadapannya atau emosi saat melihat warung buka di siang hari.


“Justru itu akan menjadi tantangan sehingga kita akan bisa mendapatkan limpahan pahala yang besar. Kalau kita puasa di lingkungan yang semuanya puasa, tidak ada tantangan dan godaan, tentu berpahala tapi tidak sebesar pahala bagi orang yang berpuasa sambil melihat apa yang ada di luar secara normal. Ada orang tidak puasa, ada orang jualan, ada orang merokok. Itu pahalanya tambah luar biasa,” jelas Kiai Taufik.  


Ditekankan, modal utama paling penting untuk beribadah puasa adalah iman dan ikhlas. Selain itu, perlu juga dipersiapkan mental dan ilmu. Tujuannya agar bisa berpuasa dengan berkualitas sehingga dapat mempengaruhi spiritual, mental, dan moral menjadi lebih baik. 


“Mudah-mudahan di Ramadhan kali ini, sudah tidak ada lagi fenomena orang marah, sweeping terhadap segala sesuatu yang mereka anggap mengganggu jalannya ibadah puasa. Tapi sebenarnya, tidak ada yang mengganggu kalau hati kita ikhlas dan khusyuk bahwa ibadah kita hanya untuk Allah,” kata Kiai Taufik. 


“Jadi kalau di kantor ketika Ramadhan ada teman yang tidak puasa, mungkin karena non-Muslim atau sedang berhalangan, itu justru harus dikasih ruang bebas untuk mereka makan. Katakan kepada mereka, makanlah. Kami sedang berpuasa dan memang risiko orang berpuasa. Jangan ngumpet-ngumpet (sembunyi). Justru kalian makan itu, saya dapat pahala. Cara berpikirnya seperti itu,” tambahnya. 


Adapun orang yang saat Ramadhan tidak berpuasa tapi ingin menghormati orang yang sedang berpuasa, sehingga ketika makan harus sembunyi-sembunyi, tidak menjadi persoalan. Hanya saja, kata Kiai Taufik, tidak boleh ada paksaan untuk menghormati orang yang berpuasa.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad