Nasional

Cabut Lampiran Perpres Investasi Miras, PBNU Apresiasi Presiden Jokowi

Selasa, 2 Maret 2021 | 10:20 WIB

Cabut Lampiran Perpres Investasi Miras, PBNU Apresiasi Presiden Jokowi

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan pernyataan sikap terkait dicabutnya lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, khususnya lampiran investasi miras. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo karena telah mencabut lampiran III nomor 31-33 dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 yang memuat aturan tentang pembukaan investasi industri minuman keras beralkohol di empat provinsi yakni Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi Utara, dan Papua. 


Hal itu diungkapkan saat Konferensi Pers di lantai 8, Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, pada Selasa (2/3) sore. Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan pernyataan sikap terkait dicabutnya lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. 


“PBNU menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pemerintah atas respon yang cepat dan tanggap terhadap masukan dari berbagai pihak dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama,” ungkap Kiai Said, dalam pernyataan poin pertama pernyataan sikap yang ditandatangani oleh dirinya dan Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini ini.


Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa tujuan akhlak adalah jika bisa membangun kemaslahatan bersama. Menurutnya, akhlak bukanlah ketika ada sebagian orang yang dimaslahatkan atau mendapatkan kemaslahatan sementara sebagian yang lain ada yang dirugikan.


“Jadi yang namanya akhlak itu kalau bisa membangun kemaslahatan bersama. Kalau ada sebagian orang dimaslahatkan atau mendapatkan kemaslahatan tapi sebagian yang lain dirugikan, itu namanya tidak berakhlak,” katanya.


Kemudian di dalam poin kedua pernyataan sikap itu, PBNU mendorong pemerintah untuk senantiasa melandaskan kebijakan investasi pada kemaslahatan bersama. Lebih jauh dari itu, harus berorientasi pada pembangunan yang tidak mengesampingkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.


Atas kegaduhan yang ditimbulkan akibat lampiran dalam Perpres itu, Kiai Said kemudian mengimbau kepada umat Islam dan terutama warga NU untuk tidak terprovokasi serta dapat menjaga kondusivitas bangsa. 


“Ketiga, meminta kepada seluruh umat Islam, khsuusnya warga NU agar tetap menjaga kondusivitas dan tidak terprovokasi serta melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan secara konstitusional,” tegas Pengasuh Pesantren Luhur Al Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan ini.


Ia kemudian menyampaikan bahwa larangan mengenai miras di dalam Al-Quran bersifat qath’i. Artinya, ayat tersebut sudah tidak bisa ditafsir lain dan ditoleransi pemaknaannya. Sementara ayat lain yang bersifat fiqih ijtihadiyah (kreativitas ulama) masih bisa masuk ke dalam wilayah perdebatan. 


Kiai Said mencontohkan ayat yang sifatnya masih bisa menjadi perdebatan, yakni mengenai bunga bank. Hukum dari bunga bank sendiri, para ulama masih berdebat. Ada yang menyatakan halal, haram, dan bahkan syubhat.


“Bahkan ada yang bilang bunga bank ya haram. Haram sekali tidak, halal sekali tidak,” kata Kiai Said disambut tawa gemuruh para hadirin.


“Walhasil, kalau masih tidak qath’i itu masih bisa dicarikan solusinya. Tapi kalau sudah qath’i itu yang tidak bisa diragukan lagi. Terima kasih semoga ada manfaatnya,” imbuh Profesor Bidang Tasawuf dari Universitas Umm Al-Qura, Mekkah, Arab Saudi ini.


Sementara itu, Sekjen PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini mengatakan bahwa penolakan terhadap industri miras sebenarnya sudah dinyatakan PBNU sejak 2013. Sebab ketika itu, di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat diwacanakan hal serupa.


“Hari ini kita bersyukur bahwa Presiden Jokowi akhirnya mencabut lampiran terkait dengan investasi miras,” ungkap Helmy.


Namun, ia mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara Pancasila. Hal ini menjadi sebuah pelajaran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Helmy menyatakan, sekalipun Indonesia bukan negara agama tetapi merupakan negara yang masyarakatnya beragama. Bahkan memiliki asas Ketuhanan Yang  Maha Esa. 


“Maka seluruh praktik kebangsaan dan kenegaraan harus memiliki spirit dan nafas agama sebagai nilai dalam menjalankan kebangsaan dan kenegaraan. Ini catatan penting bagi para pemimpin,” katanya.


Catatan penting itu juga diharapkan agar PBNU di bawah komando Kiai Said dapat menjaga agama atau syariat Islam. Sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Hadhratussyekh KH Hasyim Asy’ari, lanjut Helmy, saat ini sudah sangat tipis makna antara halal dan haram.


“Sehingga kita dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak lagi mementingkan atau mengabaikan prinsip dalam penegakkan syariah dalam beragama,” ujar Sekjen PBNU kelahiran Cirebon, Jawa Barat ini.


Dalam pertemuan konferensi pers ini hadir pula Pengasuh Pesantren Ora Aji Yogyakarta KH Miftah Maulana Habiburrahman, Pendakwah sekaligus Wakil Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta Ustadz Yusuf Mansur, Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud, dan Wakil Sekretaris PBNU H Masduki Baidlowi.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad