Nasional

Catatan Khusus Seorang Santri saat Ngaji pada Almarhum Gus Kamil

Selasa, 14 Juli 2020 | 17:03 WIB

Catatan Khusus Seorang Santri saat Ngaji pada Almarhum Gus Kamil

Almarhum KH Majid Kamil Maimoen. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Almarhum KH Majid Kamil Maimoen merupakan sosok yang sangat ikhlas berjuang bagi agama, bangsa, dan negara. Gus Kamil yang tutup usia, Ahad (12/7) malam berkhidmah untuk ilmu agama melalui majelisnya yang rutin digelar sehabis shalat Maghrib di Mushala Utama Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Jawa Tengah.

 

Menurut salah satu santrinya, Dhiya Muhammad, dalam majelis yang mengkaji kitab Shahīh Bukhari ini, Gus Kamil sangat menikmati kajiannya. Ini bisa dilihat dari gerak-gerik saat beliau asyik bercengkrama dengan hadits-hadits Nabawiyah yang dikumpulkan oleh Imam Bukhari dalam buku babon tersebut. 

 

Dhiya pun memiliki beberapa catatan khusus yang sangat ia kenang saat ngaji langsung kitab Shahīh Bukhari dengan Gus Kamil. Catatan ini ia sampaikan dalam status Facebooknya, Selasa (14/7) yang ia beri judul: Abuya KH. Majid Kamil Maimoen; Sang Pengkaji Shahih Bukhari. Berikut catatannya:

 

Kemarin, malam senin tanggal 21 Dzul Qa'dah, Indonesia dan dunia Islam kembali kehilangan putra terbaiknya. Sosok yang dengan Ikhlas berkhidmah untuk ilmu agama, bangsa dan negara. Sosok yang low profil. Selalu Tawādhu' dan mengajarkannya melalui prilaku beliau sebelum melalui ucapan dan kata². Ya, kita kehilangan sosok mulia, beliau adalah Allahu Yarham Syaikhuna Abuya KH. Majid Kamil Maimoen. 

 

Menurut saya pribadi - santri² yg lain bisa berbeda tentunya - kenangan paling berkesan dan membekas dg beliau adalah saat mengkaji kitab Shahīh Bukhari di Mushalla Utama Pon-Pes Al-Anwar Sarang, setiap bakda Maghrib. Saya melihat beliau benar² menikmati saat momen² ngaji tersebut. Nampak rasa Nyaman dari gestur tangan beliau menjelaskan. Sangat nampak sekali beliau Asyik bercengkrama dengan Hadits² Nabawiyah yg dikumpulkan oleh Imam Bukhari dalam buku babon tersebut. Ya, akhirnya kami para santri yg ikut mengkaji pun terbawa keasyikan beliau itu. 

 

Bagi sebagian santri, mungkin ada rasa bahwa ngaji dengan Abuya Majid Kamil ini membosankan. Terlebih lagi, lama tidak khatam². Dan omongan seperti itu, benar² pernah saya dengar sendiri keluar dari mulut salah satu santri. Dan saya bisa menebak bahwa keinginannya ya hanya ikut khataman kitab dan dapat makna saja. Bukan mengkaji materi kitab tersebut. 

 

Tapi bagi santri² yg benar² ingin mengkaji Shahīh Bukhari, "Sanadan wa Matnan was Fiqhan", maka majlis Abuya Kamil adalah majlis yang tepat. 

 

Kita tidak hanya disuguhi makna perkata dari redaksi Hadits Nabawi, tapi juga analisa² ala Ahlul Hadits yg sangat² menarik. Dan dalam tulisan ini, saya akan menuturkan beberapa contoh catatan² saya dulu, saat Talaqqi Hadits Bukhari pada beliau. 

 

1. Bab permulaan wahyu. 

Saat kajian Shahīh Bukhari sampai pada Hadits ke-3 dari Bab ke-1, yakni Bab "Kayfa Kāna Bad-ul Wahyi". Tepatnya pada kisah pertemuan pertama Baginda Nabi Muhammad Saw dengan Malaikat Jibril As. Yg mana dalam Shahīh Bukhari, Hadits ini diriwayatkan oleh Sayyidatuna Aisyah RA. Dalam membahas Haidts ini, saya menuliskan dalam catatan pinggir:

 

قال شيخنا ماجد: قال العلماء إن هذا الحديث إما من مراسيل الصحابة لأن سيدتنا عائشة لم يعاصر هذا الأمر أو أخذته من رسول الله مباشرة 

 

"Syaikhuna Majid berkata: Para Ulama berkata bahwa Hadits ini (memiliki dua kemungkinan) adakalanya ini termasuk Marāsil Shahabat sebab Sayyidatuna Aisyah tidak ada satu masa dengan peristiwa ini atau beliau mengambil kisah ini langsung dari Rasulullah"

 

Ya, tentunya kita tahu, bahwa Hadits ini mengisahkan awal mula baginda Nabi saat menerima Wahyu. Saat Sayyidatuna Khadijah masih hidup. Dan lalu menyelimuti baginda Nabi, saat Baginda Nabi pulang dari gua Hira'. Nah, anehnya Hadits ini diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, yg tentunya secara pasti belum pernah "menangi" kejadian ini. Ada yg Musykil dalam riwayat ini, "Bagaimana mungkin Siti Aisyah meriwayatkan sesuatu yg beliau tidak menangi sama sekali?". Jawabannya ada pada penjelasan Syaikhuna Majid Kamil yang saya catat di atas. 

 

Dalam catatan berikutnya, saya juga mencatat: 

 

عند شيخنا ماجد عن شيخه(السيد) محمد علوي (المالكي الحسني) : إن خديجة أول من أسلم على الإطلاق

 

"Menurut guru kami, Syaikhina Majid dari guru beliau, (Sayyid) Muhammad Alawi (Al-Maliki al-Hasani) : bahwa (Sayyidah) Khadijah adalah orang pertama yg masuk Islam, secara Mutlak"
Ya, dalam masalah siapakah sosok pertama orang yg masuk Islam, memang terjadi banyak pendapat para Ulama. Ada yg mengatakan Sahabat Abu Bakar, ada yg mengatakan Sahabat Ali, Sayyidah Khadijah dan masih banyak yg lain. Tetapi, berangkat dari Hadits permulaan Wahyu tersebut di atas, Abuya Majid Kamil memilih pendapat - Sebagaimana Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki - bahwa Siti Khadijah lah sosok pertama yg masuk Islam secara Mutlak. Ini tentunya menarik, sebab tidak seperti yg kita ketahui selama ini. 

 

2. Ketelitian pada Ta'līq Hadits atau bukan. 

Hal menarik dalam majlis ngaji Bukhari Abuya Majid adalah analisa beliau. Sering sekali beliau menyebutkan bahwa Hadits ini, ada potensi Mu'allaq jika begini, tapi jika begini tidak. Contoh pada Hadits ke-2 dari Bab ke-1 kitab Shahīh Bukhari. Saat sampai pada redaksi: 

 

قالت عائشة رضي الله عنها ولقد رأيته ينزل عليه الوحي.... إلخ

 

Dalam catatan pinggir, saya menuliskan keterangan: 

 

في وجود الواو وعدمه خلاف. من قال بوجوده يفهم أن هذا الحديث بسند قبله. ومن قال بعدمه بينهم خلاف. بعضهم قال إن هذا من معلقات البخاري لكن للاستئناس. وقال غيره إن هذا الواو محذوف ومقدر. اتنهى شيخنا ماجد. 

 

"Dalam masalah adanya huruf واو (sebelum kalimat قالت ) dan tidak adanya, terjadi Khilaf. Ulama yg berpendapat bahwa ada huruf Wawu, maka ia memahami bahwa dawuh Sayyidah Aisyah di atas, itu diriwayatkan dengan sanad seperti sanad sebelumnya. Adapun orang yang berpendapat tidak ada wawu, maka antara mereka sendiri juga ada khilaf. 

 

Sebagian mengatakan bahwa dawuh Sayyidah Aisyah di atas ini termasuk Hadits² Mu'allaq dalam Shahīh Bukhari. Tetapi disebutkan, untuk sekedar Isti'nas (penguat) saja. Adapun yg lain, mengatakan bahwa huruf Wawunya dibuang dan dikira²kan (artinya dawuh Aisyah, diriwayatkan dengan sanad sebelumnya dan bukan Mu'allaq)"

 

Coba, keren bukan kajian beliau. Sampai sedetil ini, beliau membahas, beliau jelaskan, paparkan dengan lugas, asyik dan sangat² luas. Dan andaikan Shahīh Bukhari dikaji dengan pola seperti beliau ini, saya yakin, sebenarnya kalangan santri tidak akan kalah kajian Haditsnya dengan kaum sebelah, yang gembar-gembor selalu mengajak kembali pada Hadits Nabawi. Keren sekali.

 

 

Seingat saya, ada 3 kitab pokok yang selalu beliau bawa saat hendak mengkaji Shahīh Bukhari di Mushalla setiap Bakda Maghrib. Yakni Fathu-l-Bāri karya Imam Ibnu Hajar Al-'Asqallani, Irsyādus Sāri karya Imam Al-Qasthallāni Dan Umdatu-l-Qāri karya Badruddin al-'Aini. Terkadang juga beliau menyertakan kitab Syarah Tarājimi-l-Bukhari yg kalau tidak salah dianggit oleh Imam Waliyyudīn Ad-Dihlāwi. 

 

 

Ada banyak catatan menarik dalam kajian beliau ini, insya Allah, kapan² kalau ada kesempatan lain, saya akan tulis lagi. Mari kita sama² tengadahkan tangan kita, kita berdoa dan bacakan al-fatihah untuk guru kita yg baru saja kembali pulang untuk bertemu sang kekasih, Baginda Nabi, Simbah Maimoen dan Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki. 

 

 

Semoga kelak, kita bersama² digandeng oleh beliau² ke surga Allah SWT. Karena pada hakekatnya, saat kita mendoakan beliau² ini, kita sedang menyambungkan ikatan batin (Rābithah Qalbiyyah) kepada beliau². Agar kelak masih dianggap sebagai santri² beliau. 

 

 

اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزله ووسع مدخله واجعل الجنة مثواه. آمين  

 

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin