Nasional

Cleansing Guru Honorer, Pengamat Pendidikan: Pemerintah Perlu Perjelas dengan Status ASN

Ahad, 21 Juli 2024 | 11:00 WIB

Cleansing Guru Honorer, Pengamat Pendidikan: Pemerintah Perlu Perjelas dengan Status ASN

Ilustrasi (Freepik)

Jakarta, NU Online
Pemecatan 107 guru honorer di Jakarta pada awal tahun ajaran 2024/2025 mengundang perhatian publik dan menjadi contoh nyata pelanggaran prosedur pengangkatan guru honorer. Guru-guru tersebut dipecat karena diangkat tanpa rekomendasi dari Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta.


Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang Edi Subkhan, mengkritisi kondisi kesejahteraan guru honorer di sekolah negeri. Menurutnya, Pemerintah perlu memperjelas karier guru honorer dengan memberi kesempatan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).


"Guru honorer di sekolah negeri sebenarnya tergantung dari siapa yang mengangkat. Jika diangkat oleh Pemerintah Daerah, maka Pemda yang menggajinya. Jika diangkat oleh sekolah, maka sekolah yang menggaji dengan bantuan dana BOS," kata Edi kepada NU Online, Sabtu (20/7/2024).


Edi menyoroti bahwa masalah utama adalah pengangkatan guru honorer oleh sekolah yang sering tidak terkontrol. Banyak sekolah terpaksa membuka lowongan untuk guru honorer karena Pemerintah Daerah tidak responsif terhadap permintaan guru dari sekolah. Karena ada celah yang memungkinkan penggunaan dana BOS untuk menggaji guru honorer, sekolah-sekolah berani mengambil langkah ini.

 

"Seharusnya Pemerintah, terutama Dinas Pendidikan di daerah dan Pemerintah Daerah secara umum, memiliki peta ketersediaan dan kebutuhan guru yang jelas serta responsif terhadap kebutuhan riil di sekolah," tambah Edi.


Seiring dengan kebijakan pemerintah yang meniadakan guru honorer di sekolah karena tidak adanya jenjang karir yang jelas, Edi menyarankan agar Pemerintah membuat jadwal seleksi yang jelas untuk guru honorer menjadi ASN.

 

Menurutnya, hal ini penting agar guru honorer memiliki kesempatan untuk mendapatkan status yang lebih jelas dan stabil.


"Jika setelah 1-2 kali seleksi tetap tidak lolos karena kompetensi pedagogik yang rendah, mungkin memang guru honorer tersebut dulunya adalah titipan kerabat oknum kepala sekolah atau lainnya melalui seleksi yang kurang proper," pungkasnya.

 

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Jakarta Budi Awaludin mengakui, mereka kecolongan dengan rekrutmen guru honor selama ini yang diangkat oleh kepala sekolah tanpa melalui proses rekomendasi berjenjang ke tingkat dinas.

 

Praktik ini berjalan sudah lama hingga kini terakumulasi ada 4.000 tenaga honorer sejak 2016 di lingkungan Dinas Pendidikan Jakarta. Padahal, pemerintah pusat sedang menata aparatur sipil negara di mana tidak boleh ada lagi perekrutan dan tenaga honorer aktif hingga Desember 2024.

 

Kelalaian ini kemudian ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta melanggar ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 63 Tahun 2022. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menindaklanjutinya dengan cleansing secara massal guru honorer tanpa kompensasi apa pun.

 

"Hasil pemeriksaan BPK tahun 2024 ditemukan peta kebutuhan guru honor yang tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor," kata Budi.