Nasional

Dakwah Kultural Mampu Jaga Harmoni dalam Beragama

Selasa, 29 Desember 2020 | 09:45 WIB

Dakwah Kultural Mampu Jaga Harmoni dalam Beragama

Tokoh Nahdlatul Ulama Dr Adnan Anwar. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Tokoh Nahdlatul Ulama Dr Adnan Anwar menyebut bahwa salah satu kunci kesuksesan penyebaran Islam dari zaman dahulu adalah keberhasilan menyelaraskan dakwah Islam dengan menggunakan metode dakwah kultural, yaitu dakwah yang menggunakan pendekatan kultur dan budaya nusantara.


Budaya Nusantara jelasnya, terkenal dengan adi luhung, yang mana mengandalkan etika dan moral. Inilah yang digunakan oleh ulama dari sejak zaman aman Walisongo yang hingga saat ini terbukti berhasil menjadikan iklim beragama di Indonesia harmonis.


“Di Nusantara ini terjadi harmoni beragama itu karena strategi yang tepat yakni dakwah kultural itu. Meskipun di dalam konteks Islam dikenal ada Amar ma'ruf nahi munkar, yang mana Amar ma'ruf itu menyiarkan perbuatan yang baik dan nahi munkar itu mencegah kejahatan dan kemungkaran. Tapi nahi munkar nya juga dengan ilmu bil Ma'ruf. Mencegah kemungkaran dengan cara-cara yang baik dan santun,” jelasnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.


Lebih lanjut, Kiai Adnan mencontohkan bahwa pada zaman Almarhum KH As’ad Syamsul Arifin yang merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah di Situbondo, kemudian Almarhum KH Ali Ma’shum (Rais 'Aam PBNU periode 1980 – 1984) itu ketika mengkritik pemerintahan zaman Soeharto tidak menggunakan metode terbuka. Namun langsung melakukan Tabbayun (klarifikasi) dengan mendatangi pak Harto.


“Mereka datang langsung bersilaturahmi dengan Pak Harto dan ber-Tabbayun terhadap masalah yang berkembang di masyarakat Indonesia. Jadi mereka itu tidak mau melakukan konfrontasi terbuka terhadap pemerintah. Karena tahu betul bahwa fatwanya ulama itu memiliki pengaruh luar biasa terhadap umat,” paparnya terkait cara tabayun yang membuat stabilitas negara tetap terjaga dengan baik.

 

Sayangnya ia menyebut, metode tabbayun yang tertutup ini sudah mulai ditinggalkan apalagi oleh orang-orang atau kelompok yang mengaku sebagai ulama tapi tidak menggunakan cara-cara ulama yang benar di dalam menyelesaikan masalah itu.


“Mereka ibaratnya sekarang ini menggunakan metode jalanan. Sehingga situasi negara dan bangsa itu menjadi ruwet dan rusuh pada hari ini karena mereka yang mengaku sebagai ulama ini tidak menggunakan cara-cara ulama yang benar, sehingga tidak menyelesaikan masalah,” ucapnya.


Selain itu, mantan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU ini menyampaikan bahwa jika ada ulama yang menyelesaikan masalah pada orang awam dengan menggunakan cara-cara atau pidato yang menyebarkan kebencian, tentunya hal itu tidak benar. Karena ia menyebut bahwa ulama ini memiliki kedudukan yang sangat tinggi, sebagai Al Ulama Warasatul Anbiya atau pewaris para Nabi.


Nah, para ulama kita inilah yang pada saat negara ini merdeka, mereka bersepakat dengan para pendiri bangsa untuk mendirikan negara yang berbasis negara Pancasila. Tidak memilih negara berbasis agama tetapi negara berbasis Pancasila dan UUD 1945,” tutur salah satu pendiri situs NU Online itu.


Ia menyebut bahwa keputusan ini sangat luar biasa, karena dengan itu dapat menghargai seluruh kelompok-kelompok yang ada. Sehingga setiap kelompok baik kelompok keagamaan atau yang lain ini memiliki kedudukan yang sama di depan hukum negara. Ia menyebut bahwa dengan ideologi Pancasila, maka secara otomatis kita mengedepankan prinsip-prinsip moderasi dalam masyarakat serta prinsip-prinsip dalam hubungan yang bersifat keragaman dan sebagainya


“Karena memang para ulama itu sadar bahwa realitas dan entitas kita sebagai negara bangsa itu memang sudah berbeda sejak dulu. Tidak kita memaksakan kehendak untuk satu kelompok ini. Dan inilah hasil kita, pada hari ini bisa bertahan karena pikiran-pikiran besar ulama kita pada waktu itu sampai hari ini,” kata pria yang juga pernah menjadi peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) itu.


Pria yang juga diutus sebagai pengembang organisasi NU di kawasan Timur Tengah itu juga menuturkan bahwa dakwah yang paling baik dan dianjurkan oleh Rasulullah yaitu dakwah Bil Hal dan bil  Akhlak, yakni dakwah dengan amal perbuatan yang baik dengan akhlakul karimah. Metode dakwah ini melarang seorang Alim untuk menyebarkan cacian dan kebencian secara membabi-buta di ruang publik.

 
“Di dalam ruang publik dan ruang privat itu ulama harus berhati-hati dalam menyampaikan dakwahnya. Karena bisa saja menimbulkan sentimen anti agama dan memicu konflik yang dapat menimbulkan konflik agama seperti di Timur Tengah,” tuturnya.


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin