Nasional

Said Aqil Siroj Institute: BUMN Rawan Infiltrasi Ideologi Intoleran

Kamis, 21 November 2019 | 08:24 WIB

Said Aqil Siroj Institute: BUMN Rawan Infiltrasi Ideologi Intoleran

Direktur Eksekutif SAS Institute, M Imdadun Rahmat

Jakarta, NU Online 
Direktur Said Aqil Siroj Institute Imdadun Rahmat mengatakan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk institusi negara yang rawan diinfiltrasi oleh pandangan intoleran dan ideologi radikal. Menurut beberapa lembaga penelitian, katanya, terdapat prosentase cukup tinggi pegawai negeri sipil di lingkungan BUMN terjangkit intoleransi dan radikalisme. Jika tidak ada tindakan yang memadai dari pemerintah, penyebaran pandangan, sikap dan keyakinan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip negara Pancasila ini akan terus meluas. 

Maka, kata dia, perlu dilakukan upaya sungguh-sungguh untuk mengenali dan mencermati unit-unit dalam BUMN yang menjadi pintu masuk dan memfasilitasi penyebaran intoleransi dan radikalisme. Memang ideologi bisa menyebar melalui barbagai cara, tetapi institusi sumber pengetahuan memiliki peran utama. Maka unit kerohanian dan keagamaan di lingkungan BUMN perlu dicermati warna dan orientasinya.

“Apakah aktivitas yang dilakukan mengandung kampanye intoleransi dan radikalisme baik secara langsung atau tidak langsung. Apakah narasumber atau bahan bacaan yang dikaji mengarah ke ekstremisme. Penguasaan pengetahuan dan kecermatan dalam pengamatan sangat diperlukan karena intoleransi, ekstremisme dan radikalisme seringkali disebarkan secara sangat tersamar. Sehingga tanpa sadar orang sudah tertular. Kerap kali juga dibungkus dengan dalil agama yang dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga seolah-olah itulah ajaran agama itu sendiri,” katanya di Jakarta, Kamis (21/11). 

Bahkan, lanjutnya, masyarakat sering disesatkan dengan narasi bahwa pemikiran mereka adalah satu-satunya yang benar. Sehingga kalau ada pihak lain atau pemerintah mempersoalkannya buru-buru dituduh melawan agama, dikecam sebagai antek agama lain atau antek asing. Maka masyarakat perlu diperkenalkan dengan pandangan yang jernih dan apa adanya. 

Oleh karena itu, kata dia, memastikan warna dan orientasi keagamaan yang moderat dan kompatibel dengan prinsip-prinsip kebangsaan sangatlah penting. BUMN sudah saatnya mereorientasi kegiatan-kegiatan keagamaan agar tidak bertabrakan dengan visi kebangsaan. 

Menurut Imdad, dalam hal ini BUMN tidak bisa sendiri. Pihak-pihak yang berkompeten harus diajak turun tangan, misalnya pesantren, perguruan tinggi agama, lembaga riset, ormas pendiri bangsa seperti NU dan Muhammadiyah bisa dilibatkan baik dalam memilih bahan ajar, metode kajian, hingga suplai pengajar, pendidik, pendai dan ahli agama. 

“Dalam kajian SAS Institute, BUMN bukan hanya menjadi objek persebaran intoleransi dan radikalisme yang aktornya dari luar, tetapi juga menjadi sumber pendanaan bagi berbagai kelompok dan organisasi yang cenderung pro intoleransi dan radikalisme. BUMN sudah bergeser dari korban infiltrasi radikalisme menjadi aktor pendukung pendanaan gerakan dan kampanye radikalisme. Bukan hanya dari donasi perorangan tetapi dana CSR BUMN mengalir deras ke kompok yang kontra ideologi negara,” jelasnya.  

Untuk memastikan bahwa uang negara tidak digunakan untuk menggerogoti pilar-pilar negara, kata dia, maka perlu dilakukan audit terhadap dana-dana CSR BUMN, harus ada audit untuk menjawab pertanyaan publik tentang kemana uang CSR itu mengalir ke kelompok-kelompok intoleran radikal atau ke kelompok moderat berwawasan kebangsaan dan berkemajuan. BUMN dituntut akuntabel terkait dana CSR di tengah sinyalemen maraknya intoleransi dan radikalisme di kalangan pegawai BUMN.

“Sudah saatnya berhenti mengabaikan masalah krusial ini dengan pura-pura tidak tahu. Lebih parah lagi jika pemerintah, khususnya Kementerian BUMN ikut-ikutan melakukan penyangkalan dengan mengatakan bahwa lembaga penelitian itu mengada-ada. Maka, jika tidak ada political will yang kuat untuk mengatasi masalah ini, jelaslah bahwa pemerintah melakukan pembiaran atas sektor negara yang menghancurkan negara sendiri. Maka yang akan terjadi adalah skenario civil society membela negara versus state aparatus yang menjadi musuh negara,” pungkasnya. 
 
Editor: Abdullah Alawi