Nasional

Empat Tahun KUPI, Hadir karena Minimnya Perhatian terhadap Problem Perempuan

Selasa, 6 April 2021 | 14:30 WIB

Empat Tahun KUPI, Hadir karena Minimnya Perhatian terhadap Problem Perempuan

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). (Foto: dok. Fahmina Institute)

Jakarta, NU Online

Kilas balik empat tahun perjalanan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) setelah pertama kali diresmikan pada 25-27 April 2017 lalu di Pesantren Kebon Jambu al-Islami, Cirebon, Jawa Barat.


Selain perjumpaan Ulama Perempuan seluruh dunia yang menjadi kenangan, banyak di antaranya catatan-catatan emas yang dianggap mewakili suara ulama perempuan yang eksistensinya di Indonesia tidak banyak diketahui karena minimnya perhatian, dokumentasi dan publikasi terhadap problem dan isu-isu perempuan.


Sekretaris Umum KUPI, Ninik Rahayu menerangkan dalam catatan testimoninya yang diberi judul, KUPI: Ruang Perjumpaan dan Harapan bahwa KUPI berhasil membuka peluang kemudahan bagi para ulama perempuan di akar rumput untuk menjawab berbagai persoalan yang dialami perempuan.


"Pertama, tidak ada keraguan lagi kalau perempuan sebagai istri mendapat perlakuan kasar dari suaminya untuk menjawab bahwa perlakuan suaminya itu perbuatan jahat dan dilarang oleh agama. Kedua, anak-anak yang saat ini menjadi korban perkawinan anak, ke depannya mereka akan melarang para orang tua untuk melakukan hal yang sama sampai anaknya dewasa," kata Ninik lewat keterangan tertulis yang tertuang didalam Proyeksi Masa Depan Ulama Perempuan Indonesia. 


Namun, pada saat menyampaikan poin ketiga, yaitu, meletakkan rasa optimis lewat intervensi pemerintah kepada masyarakat dan korban, terdapat sedikit keraguan apakah pemerintah akan mempermudah proses advokasi tentang posisi dan kondisi perempuan Indonesia dalam pemenuhan hak-haknya. 


"Karena cuma berputar di situ-situ saja, naik turun dan berputar lagi kaya cokromenggilingan," imbuh Komisioner Ombudsman RI 2016-2021 ini. 


Namun demikian, semangat dan rasa optimis dari anggota KUPI menjadi mood booster (kekuatan) bagi Ninik untuk terus memperjuangkan keadilan bagi perempuan dan menekan angka kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di lingkungan masyarakat. 


"Bahwa ada ribuan do'a yang dipanjatkan oleh semua makhluk yang ingin kehidupannya lebih baik," ungkapnya. 


Melalui catatannya itu, Ninik juga menyampaikan bahwa KUPI bukan hanya ruang refleksi dari kegelisahan yang ia hadapi selama ini. Tetapi KUPI menjadi ruang perjumpaan berkumpulnya orang-orang hebat. 


"KUPI bagi saya menjadi perjumpaan antara masalah dan solusi. Semoga Allah terus membimbing kami," harapnya. 


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad