Nasional

Fasilitasi Disabilitas, Kemenag Rancang Peta Jalan Pesantren Inklusif

Jumat, 1 April 2022 | 22:00 WIB

Fasilitasi Disabilitas, Kemenag Rancang Peta Jalan Pesantren Inklusif

Pemaparan tentang Pesantren Inklusif pada Rakornas Diretorat PD Pontren di Surakarta. (Foto: NU Online/Zidni)

Surakarta, NU Online
Kementerian Agama pada waktu dekat ini akan merancang pengembangan model pesantren inklusif yang diperuntukkan untuk para penyandang disabilitas yang bertujuan agar mereka dapat menikmati pembelajaran di pesantren sebagaimana santri pada umumnya.


Kasubdit Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Direktorat PD Pontren Ditjen Pendis, Siti Sakdiyah, menjelaskan bahwa hadirnya Undang-Undang Disabilitas menjadi dasar Kemenag untuk memfasilitasi pendidikan agama bagi penyandang disabilitas. Pihaknya saat ini juga sedang menyelesaikan roadmap (peta jalan) pesantren inklusif.


“Pesantren harus memfasilitasi anak-anak berkebutuhan khusus, baik di sarana prasarana maupun di media pembelajarannya. Itu yang harus kita fasilitasi,” jelas Ketua Pokja Pendidikan Islam Inklusif ini.


Menurut Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Hanun Asrofah, agama Islam pada dasarnya menghargai dan memuliakan penyandang disabilitas sekaligus menempatkannya pada posisi tinggi pendidikan berkesetaraan.


“Islam menghargai keragaman, sehingga tidak diskriminatif terhadap penyandang disabilitas,” ujar Hanun saat hadir sebagai salah satu narasumber pada Rakornas Direktorat PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag di Surakarta, 28-30 Maret 2022.


Hanun menerangkan, saat ini sudah ada regulasi yang mengatur soal hak-hak disabalitas di ranah publik, seperti UU No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, PP No. 13/2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.


“Lalu, Pasal 8 UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menyebut bahwa penyelenggaraan pesantren wajib mengembangkan nilai rahmatan lil alamin, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bineka Tunggal Ika,” paparnya.


Saat ini, kata Hanun, sudah ada sistem pendukung pesantren inklusif, antara lain terbentuknya Pokja Pendidikan Inklusif di Kemenag, jaringan pesantren sebagai daya dukung pesantren inklusif, dan komitmen akomodasi penyandang difabel oleh pemerintah daerah.


Lebih jauh Hanun menilai, tantangan saat ini pada satu sisi sistem pendidikan di pesantren yang beragam sehingga kesulitan menentukan sasaran pesantren inklusif. Di sisi lain, ada sebagian pesantren yang sudah menyelenggarakan layanan inklusif, akan tetapi belum memiliki sistem pendataan.


“Perlu ada data pasti santri penyandang disabilitas serta pelibatan PDBK (Penggolongan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus) dalam kegiatan belajar,” papar Hanun.


Dosen UIN Walisongo Semarang, Sahidin, pada kesempatan yang sama memaparkan 10 poin rancangan program pendidikan inklusif di pesantren, mulai dari regulasi, kelembagaan, jejaring, kurikulum, pembelajaran, kesantrian, pengelolaan, sarana & prasarana, program pasca pesantren, hingga monitoring.


“Marilah 10 hal ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bersama, dan itulah yang menjadi roadmap pondok pesantren inklusif,” pinta Sahidin.


Kontributor: M Zidni Nafi’
Editor: Musthofa Asrori