Nasional HAUL KE-14 GUS DUR

Gus Dur Buktikan Demokrasi Kompatibel dengan Nilai-Nilai Islam

Sabtu, 16 Desember 2023 | 13:00 WIB

Gus Dur Buktikan Demokrasi Kompatibel dengan Nilai-Nilai Islam

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Jakarta, NU Online

Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lesbumi PBNU) Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan bulan Desember menjadi momentum tepat untuk mengenang Gus Dur dan meneruskan nilai-nilai demokrasi yang diwariskannya. 


Menurut Zastrouw, salah satu gagasan Gus Dur soal demokrasi yang berhasil diperjuangkan ialah membuktikan bahwa nilai-nilai demokrasi kompatibel dengan nilai-nilai spirit ajaran Islam.


"Pola pikir seperti ini yang membuat demokrasi bisa diterima, berjalan, dan diterapkan di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam," kata Zastrouw menyampaikan pesan Haul ke-14 Gus Dur dalam Kanal Youtube Pribadinya dikutip Sabtu (16/12/2023).


Keberhasilan Gus Dur menunjukkan bahwa demokrasi dapat menjadi instrumen untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dan semangat ajaran Islam menimbulkan pertanyaan dari orang-orang Barat di tempat lain di negara-negara yang mayoritas Islam.


"Mengapa di Indonesia yang mayoritas Islam, demokrasi bisa hidup dan diterima. Inilah gagasan penting yang perlu kita kaji dari sosok Gus Dur," ungkap Zastrouw.


Menurut Zastrouw, Gus Dur mencoba mengeksplorasi nilai-nilai dan spirit ajaran Islam, yang kemudian menjadi ruh dan spirit dalam berdemokrasi di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa demokrasi di Barat memiliki akar dari filsafat humanisme liberal yang ujungnya mengakui kebebasan manusia secara total, puncaknya adalah ideologi agnotisme dan nihilisme. 


"Bagaimana ini bisa kompatibel dengan nilai Islam? Itulah kecerdikan ulama-ulama Nusantara yang mengambil format sistem mekanisme sebagai kekuatan untuk membangun suatu kekuasaan yang bisa dikontrol secara seimbang, tetapi spirit nilai Islam tetap dimasukkan. Nah, ini salah satu hal terpenting yang ada di Gus Dur," ucap Zastrouw.


Jika ditelaah lebih jauh, etika dan budaya demokrasi Gus Dur menurut Zastrouw sumbernya berasal dari nilai-nilai spirit ajaran Islam yang tumpuannya pada tiga aspek utama.  


Pertama, perlunya demokrasi menjaga dan menegakkan martabat kemanusiaan, sesuai dengan prinsip Human Dignity dalam ajaran Islam. Kedua, pemimpin harus berfokus pada kemaslahatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan umat (Human Prosperity). Ketiga, prinsip non-violent, menekankan penolakan terhadap kekerasan dalam segala bentuknya.


"Maka Gus Dur selalu bilang bahwa di depan hukum, konstitusi, manusia harus sama apa pun agamanya, keyakinannya. Kalau dia melakukan tindakan kriminial melawan hukum, memancing, terjadinya kerusakan dan kekerasan, maka harus ditindak sesuai dengan aturan hukum yang ada," ucap Zastrouw.


Lebih lanjut, Zastrouw mengungkapkan bahwa Gus Dur membentuk budaya demokrasi dengan merujuk pada nilai-nilai klasik seperti ad-dhoruriyatul khomsah. Lima prinsip dasar, termasuk menjaga agama, pikiran, keturunan, harta, dan jiwa, menjadi dasar yang harus dilindungi oleh sistem politik dan demokrasi.


Dalam konteks politik menjelang pemilu 2024, Al-Ngatawi menekankan bahwa etika demokrasi yang dibangun oleh Gus Dur tetap relevan. Menjaga martabat kemanusiaan, kemaslahatan umat, dan menolak kekerasan adalah pijakan yang harus dipegang teguh dalam menghadapi tahun politik.


"Lima prinsip dalam berdemokrasi yang diperjuangkan Gus Dur dalam konteks tahun politik menjelang pemilu 2024, menjadi relevan dan menjadi pijakan kita dalam menghadapi tahun politik. Tidak boleh mengorbankan human dignity, prospurity dan cara-cara kekerasan. Ini lah yang patut kita jaga dalam meneladani budaya dan etika demokrasi Gus Dur," pungkasnya.