Nasional

Gus Mus Sebut Pesantren Al-Aqobah Jombang Mampu Jawab Siasat Belanda

Senin, 29 April 2019 | 06:45 WIB

Gus Mus Sebut Pesantren Al-Aqobah Jombang Mampu Jawab Siasat Belanda

KH Ahmad Mustofa Bisri

Jombang, NU Online
Pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menegaskan, sebagian pola penerapan pendidikan di Indonesia adalah warisan penjajah Belanda seperti pemisahan antara ilmu agama dan umum.

Gus Mus menyebut hal itu adalah siasat penjajah Belanda yang dinilai sudah berhasil membuat penyebutan ilmu di Indonesia seolah terkotakkan hingga kini.

Dampaknya pun cukup serius terhadap anak-anak bangsa di Tanah air. Sebagaimana penilaian banyak orang saat ini bahwa ilmu agama hanya bisa diperoleh di pesantren dan madrasah, sedangkan ilmu umum didapat di luar pesantren dan madrasah.

"Nanti begini, orang-orang menganggap adanya ilmu agama di pesantren, dan ilmu umum di sekolah-sekolah," katanya saat menjadi pembicara pada Haflah Akhir Sanah Pesantren Al-Aqobah Jombang, Jawa Timur, Ahad (28/4).

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menambahkan, lebih dari hanya sekedar penilaian di atas adalah anggapan masyarakat bahwa orang-orang yang lebih menekuni ilmu umum dianggap lebih pintar daripada mereka yang setiap harinya hanya belajar ilmu agama.

"Padahal tidak demikian, banyak santri-santri pesantren yang menguasai berbagai ilmu," jelas Gus Mus.

Persoalan pendidikan Indonesia tersebut harus dijawab oleh lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri, termasuk oleh pesantren. Ia menyebut salah satu pesantren yang mampu menjawab siasat Belanda adalah Al-Aqobah. Di pesantren yang diasuh KHA Junaidi Hidayat ini tidak ada pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum.

"Salah satu pesantren yang menjawab siasatnya Belanda itu adalah Pesantren Al-Aqobah ini," ujar Gus Mus.

Tidak adanya pemisahan ilmu menurut pandangan Gus Mus juga sesuai dengan ajaran Islam. Nabi Muhammad, paparnya, tidak pernah 'mengkotak-kotakkan' antar ilmu agama dan ilmu umum. Dalam Hadits nabi dan berbagai penjelasan ulama terdahulu hanya ditemui hukum mencari ilmu antara fardlu ain dan fardlu kifayah.

"Haditsnya juga tidak menjelaskan ilmu dipisah-pisah. Thalabul ilmi faridatun ala kulli muslimin wa muslimatin," pungkasnya. (Syamsul Arifin/Muiz)