Nasional

Gus Ulil Ceritakan Istilah Halaqah Muncul Ketika Gus Dur Menjadi Ketua Umum PBNU

Rabu, 12 Juli 2023 | 14:00 WIB

Gus Ulil Ceritakan Istilah Halaqah Muncul Ketika Gus Dur Menjadi Ketua Umum PBNU

Ketua Lakpesdam PBNU KH Ulil Abshar Abdalla dan Ketua RMI PBNU KH Hodri Ariev saat Halaqah Ulama di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Rabu (12/7/2023). (Foto: Humas Pendis)

Lamongan, NU Online

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla mengingatkan bahwa salah satu momen penting di dalam sejarah Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) dan sejarah kitab kuning di lingkungan NU adalah ketika Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU untuk kedua kalinya.


“Hasil Muktamar NU ke-28 di Krapyak tahun 1989, setelah Gus Dur terpilih Ketua Umum PBNU kedua, beliau menggagas suatu ide yang pengaruhnya bisa kita rasakan sampai sekarang ini. Gagasan itu adalah mengadakan halaqah,” ujarnya saat menjadi Keynote Speech pada Halaqah Ulama Nasional dengan tema Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning kerjasama antara RMI-PBNU dengan Kemenag di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur Rabu (12/7/2023).


Lebih lanjut, Gus Ulil menjelaskan bahwa waktu itu diadakan halaqah yang disebut rekontekstualisasi kitab kuning, di mana ada tiga orang yang diberikan tugas untuk mengawasi dan menyelenggarakan halaqah, salah satu tokoh pentingnya adalah KH Masdar Farid Mas'udi.


“Beliau punya kontribusi besar di dalam diskusi-diskusi rekontekstualisasi kitab kuning, beliau yang diberikan tugas oleh Gus Dur untuk menyelenggarakan halaqah-halaqah itu. Halaqah rekontekstualisasi kitab kuning ini ketika itu diadakan di pondok pesantren seluruh Jawa. salah satu kiai yang terlibat aktif dalam halaqah ini adalah KH Sahal Mahfudz dan KH Mustofa Bisri,” terangnya.


Gus Ulil mengungkapkan bahwa halaqah kitab kuning waktu itu mempunyai dampak luar biasa. Sebab, hal tersebut berhasil mendorong para kiai untuk membaca kembali kitab kuning dengan cara pandang yang  baru.


“Halaqah ini diadakan selama beberapa serial dan hasilnya sangat historis dan monumental adalah munculnya perumusan baru metode istinbat di lingkungan NU yang dirumuskan dalam Munas Lampung tahun 1992, Munas Lampung itu Munas yang bersejarah, itu adalah peristiwa penting untuk para kiai, terutama kia yang aktif di bahtsul masail,” ujar Gus Ulil.


Ia menjelaskan bahwa pada Munas Lampung diputuskan bahwa corak bermazhab dalam lingkungan NU berubah secara signifikan, tidak hanya bermadzhab secara qauli tetapi juga secara mazhabi.


“Dalam rumusan keputusan Munas Lampung ini adalah ketika saya baca konsiderannya (latar belakang) itu ada keluhan. Pada saat itu ada keluhan setiap bahtsul masail itu seringkali berujung pada mauquf/tawaquf, tidak berhasil membuat keputusan, kalau kiai tidak berhasil memutuskan hukum dalam bahtsul masail ini bahaya, bahkan di situ dikatakan sama dengan lari dalam masalah,” ujarnya.


Saat itu banyak kiai yang tidak berani melakukan terobosan dalam memutuskan hukum saking tawadhunya kiai. tidak berani merumuskan hukum, untuk menjawab masalah baru. 


“Itulah Latar belakang dari dirumuskannya keputusan Munas Lampung tahun 1992, keputusan ini kemudian mencoba menggeser pola bermadzhab di NU dari bermadzhab secara qauli menjadi bermadzhab secara manhaji. Ini keputusan yang tidak mungkin terjadi jika tidak didahului muqodimah, muqodimah itu adalah  halaqah kitab kuning yang diselenggarakan sebelum itu,” ungkapnya.


“Jadi saya ingin mengatakan bahwa halaqah ini punya kontribusi penting di dalam NU. Halaqah ini kemudian mengalami fase vakum beberapa tahun sejak berakhirnya kepemimpinan Gus Dur. Kemudian di era Gus Yahya ketika menjadi Ketua PBNU, kegiatan ini dibangkitkan,” pungkasnya.


Kemudian Ketua RMI PBNU KH Hodri Ariev mengatakan bahwa Halaqah Ulama Nasional dengan tema Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning bermaksud menyambut tagline besar PBNU yaitu Merawat Jagad Membangun peradaban.


“Kami di RMI menerjemahkan gagasan ini dalam sekop yang lebih spesifik, merawat pesantren membangun peradaban. Topik besar yang akan kita diskusikan dalam halaqah ini Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning. Ini merupakan suatu ikhtiar untuk bisa terlibat berpartisipasi aktif dalam ikhtiar PBNU mewujudkan  dunia yang lebih baik dan semakin baik, dunia yang mendorong kemaslahatan seluruh umat manusia,” pungkasnya.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Syakir NF